Hafizhusna’s Weblog

Syukur alhamdulillah, setelah melalui perjalanan panjang akhirnya saya berhasil menyelesaikan Aplikasi Daftar Nilai Kurikulum 2013 dengan Deskripsi Capaian otomatis untuk aspek pengetahuan, ketrampilan, dan sikap serta Aplikasi Raport-nya.

Daftar nilai smpPada Juli 2014, Aplikasi Daftar Nilai sudah disetting untuk keperluan cetak (print-out) dan tetap menggunakan aplikasi hyperlink antar sheet untuk penilaian sikap dan ketrampilan, sehingga guru dituntut benar-benar menilai kompetensi siswa secara menyeluruh.

Aplikasi Juli 2014, memiliki keunggulan bahwa deskripsi mata pelajaran dapat secara otomatis muncul pada rekap nilai sehingga standard kata/kalimat pada semua sekolah bisa sama. Kemudian, guru tidak pusing-pusing lagi memikirkan dan memilih kata-kata dari setiap siwa. Guru hanya diminta menuliskan Kompetensi Dasar (KD) atau Materi pokok dari mata pelajaran yang diampunya.

Setelah keluarnya Juknis Penilaian SMP pada Pelatihan Pendampingan (Buku I, II) pada Juli 2014, maka aplikasi terdahulu (sebelumnya) sudah dianggap tidak sesuai konsep penilaian kurikulum 2013. Bapak/Ibu Guru dapat mendownload versi terbaru yang telah disesuaikan dengan juknis tersebut.

1.  Aplikasi Daftar Nilai Kur’2013 untuk SMP/MTs Versi 07.14

Aplikasi ini Gratis, dilengkapi fitur cetak untuk kompetensi pengetahuan, ketrampilan, sikap dan rekap semua aspek. Semua halaman cetak disertakan password untuk mengedit sesuai dengan kebutuhan sekolah.  (Download disini)

2. Aplikasi Daftar Nilai Alternatif Kur’2013 untuk SMP/MTs Versi 07.14 New

Aplikasi ini Gratis, merupakan varian dari aplikasi daftar nilai 07.14. Bedanya, pada uraian deskripsi penegtahuan. Kata deskripsi “sudah menguasai KD’ di ubah menjadi hanya “sudah menguasai”, kata KD dihilangkan dari semua deskripsi pengetahuan. (Download disini)

3. Petunjuk Penggunaan Aplikasi Daftar Nilai Kur 13  SMP/MTs Versi 07.14

Untuk memudahkan bagi Guru dalam mengoperasikan aplikasi daftar nilai, berikut petunjuk penggunaannya (Download di sini)

4. Aplikasi Raport SMP Kurikulum 2013 Versi Mei 2014 (Revisi)

Aplikasi versi Mei 2013, formatnya sudah sesuai dengan juknis penilaian SMP tahun 2014, namun wali kelas masih harus menuliskan deskripsi antar mapel secara manual. (Download di sini)

5. Petunjuk Penggunaan Aplikasi Raport Versi Mei 2014 SMP Kurikulum 2013   (Download di sini)

Daftar Nilai SMP Plus6. Aplikasi Daftar Nilai SMP/MTs Kur 2013 Versi 07.14 Plus

Aplikasi ini merupakan pasangan Aplikasi Raport UTS (juga Aplikasi Raport Semester), dilengkapi dengan format input Laporan Tengah Semester, Istrumens Observasi (Spiritual, Jujur, Disiplin, Toleransi, Gotong Royong, Tanggungjawab, Santun, Percaya Diri), instrumen Penilaian Antar Teman,  Penilaian Diri Sendiri, dan Jurnal. Bagi sekolah yang memerlukan dapat mengirim nama sekolah, mapel mulok ke email purnawanto@gmail.com dengan memberikan donasi se-ikhlasnya.

Aplikasi Raport UTS7. Aplikasi Raport UTS Kurikulum 2013 Versi 07.14

Aplikasi ini merupakan aplikasi untuk melaporkan hasil belajar siswa pada tengahan semester (setelah UTS). Formatnya melaporkan hasil belajar siswa semua aspek (Ulangan Harian, Tugas, Nilai UTS, Nilai kualitatif aspek pengetahuan, deskripsi capaian pengetahuan, nilai Unjuk Kerja, Proyek, Portofolio, nilai kualitatif ketrampilan, deskripsi capaian ketrampilan, nilai observasi, penilaian antar teman, penilaian diri sendiri, nilai jurnal dan nilai kualitatif aspek sikap. Bagi sekolah yang memerlukan dapat mengirim nama sekolah, mapel mulok ke email purnawanto@gmail.com dengan memberikan donasi se-ikhlasnya.  Contoh Aplikasi Raport UTS (download di sini)

8. Aplikasi Raport SMP/MTs Kurikulum 2013 Versi 07.14

Aplikasi Raport SMP atau MTs Versi Juli 2104 yang telah disesuaikan dengan juknis penilaian SMP Buku I, II Juli 2014 dengan deskripsi antar mapel otomatis. Bagi Sekolah yang memerlukan  dapat mengirimkan nama sekolah (sesuai dapodik), struktur mata pelajaran, mapel muatan lokal, dan alamat email ke email purnawanto@gmail.com dengan memberikan donasi se-ikhlasnya.

9. Petunjuk mengaktifkan macro

Aplikasi ini dimuati konten vba, untuk itu baca dahulu petunjuk mengaktifkan macro pada tautan berikut. (Download di sini)

Halaman ini akan selalu ter-update dengan perbaikan-perbaikan berdasarkan masukan dari Bapak/Ibu Guru.

SEMOGA BERMANFAAT.

Assalamu’alaium Wr Wb,

Ananda, pada halaman ini Ananda dapat mendownload buku-buku keperluan sekolah. Buku-buku yang disediakan merupakan buku sekolah elektronik bagi kelas reguler dan buku-buku berbasis bahasa Inggris bagi kelas RSBI yang disediakan oleh gigapedia.com.

Kelas RSBI

  1. Core Plus Mathematics 1 (download)
  2. Core Plus Mathematics 2 (download)
  3. Core Plus Mathematics 3 (download)
  4. Glencoe: Bacteria to Plants (download)
  5. Glencoe: Astronomy  (download)
  6. Glencoe: Science-Electricy and Magnetism (download)
  7. Glencoe: Electric and Magnetism   (download)

Kelas VII Reguler (Under Contruction)

Kelas VIII Reguler (Under Contruction)

Kelas IX  Reguler (Under Contruction)

Bagi Bapak/Ibu Guru Matematika serta siswa siswayang gemar matematika dapat mendownload bahan ajar matematika pada halaman ini. Namun halaman ini masih dalam proses penyempurnaan.

Download Bahan Ajar matematika Kelas VII RSBI:

1.  Least Common Multiple (LCM)  (Office 2007) dan (Office 2003) 2.   Exponential of Integer  (Office 2007) dan (Office 2003); 3.   Square of Roots (Office 2007) dan (Office 2003); 4.  Fraction: Defenition, Equivalent, Compare and Mixed Fraction (Office 2007) dan (Office 2003);

2. Sets: a. Members of Sets, Empty and Universal Set (Office 2007); b. Venn Diaagram and Subsets (Office 2007)

Download Bahan Ajar matematika Kelas VIII

Download Bahan Ajar matematika Kelas IX

1. Kesebangunan: 1. Pengertian Sebangun dan Kongruen (Office 2007) dan (Office 2003) ; 2. Segitiga Sebangun dan Kongruen (Office 2007) dan (Office 2003); 3. Pemecahan Masalah Menggunakan Konsep Kesebangunan (Office 2007) dan (Office 2003); 4. Rumus dalam Segitiga Siku-siku dan Pengayaan (Office 2007) dan (Office 2003)

2. Bangun Ruang Sisi Lengkung: 1. Tabung  (Office 2007) dan (Office 2003); 2. Kerucut (Office 2007) dan (Office 2003);3. Bola (Office 2007) dan (Office 2003); 4. Pemecahan Masalah berkaitan dengan konsep Tabung, Kerucut dan Bola (Office 2007) dan (Office 2003).

3. Statistika (Under Contruction)

4. Pangkat dan Bentuk Akar:  1. Bilangan Pangkat dan Bentuk Akar (Office 2007)

Oleh Purnawanto

gaya belajarLain lubuk, lain pula ikannya. Lain anak, lain pula gaya belajarnya. Pepatah di atas memang tepat untuk menjelaskan fenomena bahwa tidak semua anak punya gaya belajar yang sama. Meskipun mereka bersekolah di sekolah atau bahkan duduk di kelas yang sama. Kemampuan setiap anak dalam memahami dan menyerap materi pelajaran sudah pasti tidak sama dan berbeda tingkatannya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat lambat. Karenanya, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi dan menyimpannya dalam memori otak mereka.

  Sebagian siswa lebih suka jika belajar dengan cara membaca dari hasil tulisan guru di papan tulis. Tapi, sebagian siswa lain lebih suka menerima materi pelajaran dengan cara guru menyampaikannya secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa memahaminya. Sementara itu, tidak sedikit siswa yang mempunyai model belajar dengan menempatkan guru tak ubahnya seorang penceramah. Guru diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori dengan segudang ilustrasinya, sementara para siswa mendengarkan sambil menggambarkan isi ceramah itu dalam bentuk yang hanya mereka pahami sendiri.

 Apa pun cara yang dipilih, gaya belajar menunjukkan mekanisme setiap individu menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Karenanya, jika guru bisa memahami perbedaan gaya belajar setiap anak dan memberikan materi pelajaran yang sesuai dengan gaya belajarnya akan memberikan hasil yang optimal bagi dirinya.

 Gaya Belajar

Adi W. Gunawan dalam buku Genius Learning Strategy menjelaskan : Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melalukan kegiatan berfikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Misalnya, jika anda ingin mempelajari tentang suatu tanaman, apakah anda lebih suka nonton video tentang tanaman tersebut, mendengarkan ceramah, membaca buku atau anda langsung di perkebunan atau mengunjungi kebun yang terdapat tanaman tersebut.

 Hasil riset menunjukkan bahwa murid yang belajar dengan menggunakan gaya belajar mereka yang dominan, saat mengerjakan tes akan mencapai nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajar mereka.                                                                                                                                                      

gaya mengajarMacam Gaya Belajar

Diperkirakan manusia pada umumnya hanya menggunakan anta 5 % hingga 10 % kapasitas otaknya. Seandainya saja kita dapat membuka 50 % saja dari seluruh kapasitas  otak kita, kita tidak akan lagi memerlukan komputer/kalkulator untuk menyelesaikan soal matematika karena otak kita bekerja lebih cepat dari komputer. Salah satu cara untuk membuka potensi luar biasa yang telah Anda kunci dalam otak Anda adalah dengan menemukan cara Anda memasukkan informasi ke dalam otak. Masuknya informasi ini dicapai melalui gaya belajar Anda sendiri.

    Gaya belajar seseorang anak adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, lalu mengatur, dan mengolah informasi. Gaya belajar seseorang anak  merupakan modalitas belajarnya yang harus ia temukan dan kembangkan. Gaya belajar tersebut antara lain : Visual, Auditorial, dan Kinestetik.

Karakteristik yang khas gaya belajar visual antara lain rapi dan teratur, berbicara dengan cepat, teliti terhadap detail, mementingkan penampilan, mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar, mengingat dengan asosiasi visual, biasanya tidak terganggu oleh keributan, lebih suka membaca daripada dibacakan, mempunyai masalah untuk mengingat intruksi verbal kecuali jika ditulis, mencoret-ceret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat, sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak, lebih suka seni daripada musik.

Karakteristik yang khas gaya belajar auditorial antara lain berbicara dengan diri sendiri saat bekerja, mudah terganggu oleh keributan, menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca, senang membaca dengan suara keras dan mendengarkan, merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita, berbicara dalam irama yang terpola, lebih suka musik daripada seni, belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat, lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik, lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya.

Karakteristik yang khas gaya belajar kinestetik antara lain berbicara dengan perlahan, menanggapi perhatian fisik, menyentuh orang untuk mendapat perhatian mereka, berdiri dekat ketika berbicara dengan orang, belajar melalui memanipulasi dan praktek, menghafal dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca, banyak menggunakan isyarat tubuh, tidak dapat duduk diam dalam waktu lama, menggunakan kata-kata yang mengandung aksi, kemungkinan tulisannya jelek, ingin melakukan segala sesuatu, menyukai permainan yang menyibukkan.

gaya belajar 1Menemukan Gaya Belajar Anda

            Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat dijadikan instrumen mengetahui tipe gaya belajar Anda. Pilih satu jawaban untuk setipa kalimat yang paling mewakili cara Anda bereaksi dalam situasi tersebut :

1.  Ketika berbicara, Anda :

a. Berbicara dengan tempo cepat ?     b. Berbicara dengan tempo sedang ?     c. Berbicara dengan tempo lambat ?

2.  Apa yang paling  Anda  ingat :

a. Orang, lingkungan, wajah ?     b. Perkataan, suara, nama ?     c. Kejadian, peristiwa, emosi ?

3.  Apakah Anda menghafal dengan :

a. Menulisnya berulang-ulang ?     b. Mengulangi kata-kata sekeras mungkin ?     c. Menghafalnya sambil berjalan-jalan ?

4.  Apakah Anda terganggu oleh :

a. Benda-benda disekitar Anda ?     b. Suara ?    c. Gerakan ?

5.  Ketika mengeja sebuah kata, apakah Anda :

a. Membayangkan kata itu ?      b. Menyebutkannya dengan keras ?      c. Menuliskannya ?

6.  Apakah Anda lebih suka :

a. Lukisan ?     b. Musik ?     c. Mansa/sport ?

7.  Ketika mengikuti instruksi cara merakit, apakah Anda :

a. Mengikuti diagram ?     b. Lebih senang diberitahu bagaimana melakukannya ?     c. Langsung merakit bagian-bagiannya ?

8.  Apakah Anda lebih suka mengatakan :

a. Kelihatannya bagus ?     b. Kedengarannya bagus ?     c. Rasanya enak ?

9.  Ketika membaca, apakah Anda :

a. Menggerakkan bibir sambil membaca dalam hati ?     b. Lebih suka membaca dengan bersuara ?     c. Mengikuti bacaan Anda dengan jari ?

10.  Ketika ingat pantai, apa yang pertama kali muncul dalam pikiran Anda :

a. Pemandangan laut dan pantai ?     b. Suara ombak dan angin sepoi-sepoi ?     c. Halusnya pasir dan perasaan yang tenang ?

11.  Ketika hendak tidur, apa yang paling penting bagi Anda :

a. Kamar yang gelap ?     b. Kamar yang tenang ?     Ranjang yang nyaman ?

 Hitunglah jawaban Anda dan sesuaikan dengan kategori berikut : pilihan a = Gaya belajar Visual , pilihan b = Gaya belajar Auditorial, pilihan a = Gaya belajar Kinestetik.

Gaya Mengajar

            gaya mengajar1Setiap guru sudah pasti pernah menjadi siswa. Pertanyaan-pertanyaan berikut sangat tepat bagi kita selaku guru untuk merenung kembali ke masa silam ketika masih duduk di bangku sekolah, dan mari kita ingat kembali situasi kondisi masa sekolah kita dan jawablah pertanyaan berikut ini :

  1. Pelajaran apa yang Anda paling suka ? Mengapa ?
  2. Pelajaran apa yang Anda paling tidak suka ? Mengapa ?
  3. Siapa guru favorit Anda ? Mengapa ?
  4. Siapa guru yang Anda paling tidak suka cara mengajarnya ? Mengapa ?
  5. Siapakah guru yang Anda paling sukai cara mengajarnya ? Mengapa ?
  6. Pernahkah Anda mengalami di mana Anda tidak bisa mengerti apa yang diajarkan oleh guru Anda ? Mengapa ?
  7. Pernahkah Anda mengalami, pelajaran yang sama saat dibawakan oleh guru lain, anda sangat senang mengikutinya dan dapat mengerti dengan mudah ? Mengapa ?

 Jika Kita dapat mengingat dengan baik, akan sangat jelas bahwa peran guru dalam membawakan materi pelajaran sangat berpengaruh terhadap siswa. Kita sering mendengar siswa yang tidak tertarik mengikuti pelajaran karena bosan dan mengantuk. Sebenarnya tidak ada pelajaran yang membosankan, yang benar adalah suasana yang membosankan karena guru kurang mampu menyajikan materi dengan menyenangkan, menarik minat dan perhatian siswa serta sesuai dengan tipe gaya belajar siswa.

Memang sulit bagi guru menghadapi keragaman tipe gaya belajar siswa, namun itulah tantangan profesionalisme. Guru tetap dituntut mengelola proses pembelajaran dengan beragam pendekatan, variasi metode dan strategi pembelajaran.

Beberapa pakar pendidikan menyarankan, untuk menghadapi siswa yang memiliki gaya belajar visual, pendekatan yang bisa digunakan agar anak bisa menerima informasi / materi pelajaran secara optimal adalah menggunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran. Perangkat grafis itu bisa berupa film, slide, gambar ilustrasi, coretan-coretan, kartu bergambar, catatan dan kartu-kartu gambar berseri yang bisa digunakan untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan.

Bagi siswa yang memiliki gaya belajar auditorial, pendekatan yang bisa digunakan adalah menggunakan tape perekam sebagai alat bantu. Alat ini digunakan merekam bacaan atau catatan yang dibacakan atau ceramah pengajar di depan kelas untuk kemudian didengarkan kembali, wawancara atau terlibat dalam kelompok diskusi, mencoba membaca informasi, kemudian diringkas dalam bentuk lisan dan direkam untuk kemudian didengarkan dan dipahami. Langkah terakhir adalah dengan melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.

Sedangkan untuk siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik, pendekatan yang bisa digunakan adalah belajar berdasarkan atau melalui pengalaman dengan menggunakan berbagai model atau peraga, bekerja di laboratorium atau bermain sambil belajar. Cara lain yang juga bisa digunakan adalah secara tetap membuat jeda di tengah waktu belajar. Tak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter Kinestetik juga akan lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk belajar mengucapkannya atau memahami fakta. Penggunaan komputer bagi anak yang memiliki karakter kinestetik akan sangat membantu. Karena, dengan komputer ia bisa terlibat aktif dalam melakukan touch (sentuhan), sekaligus menyerap informasi dalam bentuk gambar dan tulisan. Selain itu, agar belajar menjadi efektif dan berarti, anak dengan karakter di atas disarankan untuk menguji memori ingatan dengan cara melihat langsung fakta di lapangan. 

 DAFTAR PUSTAKA

  1. Gunawan, Adi W (2003). Born to be a Genius. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
  2. L. Madden, Thomas (2002). Fire up Your Learning . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
  3. Porter , Bobbi De & Reardon, Mark (2001). Quantum Teaching. Bandung: Penerbit Kaifa
  4. Dryden G; & Jeannette Vos, (2002). Revolusi Cara Belajar. Bandung: Penerbit Kaifa

Oleh Purnawanto

peran orangtua 1Sering kali terjadi dalam kehidupan sehari – hari jika seorang anak meraih prestasi yang membanggakan , lantas sang ayah berkata : “ Siapa dulu bapaknya ? “ , atau sang ibu berkata : “ Siapa dulu ibunya ? “. Namun , jika seorang anak memperoleh prestasi yang mengecewakan orang tua berucap lirih : “ Siapa dulu gurunya ? “.

Hal tersebut adalah sikap tak adil . Ki Hajar Dewantara , selaku Bapak Pendidikan Indonesia menegaskan bahwa pendidikan harus dilakukan secara kooperatif antara keluarga , sekolah dan masyarakat . Keluarga merupakan pusat pendidikan pertama dan terpenting , karena keluargalah pondasi utama pembentukan intelligence quotient ( IQ ) dan emotional quotient ( EQ ).

Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional juga menegaskan bahwa pendidikan adalah tangungjawab bersama antara keluarga , masyarakat dan pemerintah . Sekolah adalah fase kedua dari pendidikan pertama dalam keluarga , karena pendidikan pertama dan utama diperoleh anak dari keluarganya . Pada masa inilah peletakan fondasi belajar harus tepat dan benar . Jika pada fase ini orang tua salah dalam memformat semangat belajar anak, maka kelak akan berpengaruh terhadap sikap anak menghadapi fase sekolah , karena pada dasarnya setiap anak terlahir dalam keadaan jenius , orangtualah yang membuat anak tidak mampu mengakumulasikan kejeniusannya .

Di sisi lain , peralihan dari pendidikan informal ( keluarga ) ke pendidikan formal      ( sekolah ) memerlukan kerjasama antara orangtua dan sekolah / pendidik . Kesalahan orang tua yang fatal adalah menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab pendidikan anaknya kepada sekolah / pendidik , karena waktu anak berada di sekolah lebih kecil dibanding dengan waktu anak di luar sekolah( rumah / masyarakat ). Selain itu, orang tua beranggapan bahwa sekolahlah yang bertanggungjawab terhadap perkembangan IQ dan EQ anaknya . Anggapan tersebut sangat keliru , karena membangun kecerdasan IQ dan EQ anak diperlukan perlakuan yang sinergi dan kongruen antara sekolah dan orang tua juga masyarakat .

Kerjasama antara sekolah dan orangtua sangat perlu dan telah disadari oleh banyak pihak , sehingga dalam merancang kebijakan manajemen berbasis sekolah ( MBS ) menempatkan peranan orangtua sebagai salah satu pilar keberhasilannya .

Berbagai penelitian tentang peranan orangtua menunjukkan hasil yang signifikan terhadap peningkatan prestasi belajar anaknya , diikuti dengan perbaikan sikap , stabilitas sosio – emosional, kedisiplinan, serta aspirasi anaknya untuk belajar sampai di Perguruan Tinggi, bahkan setelah bekerja dan berkeluarga (NCES: 1998, Daugherti dan Kurosaka: 2002).

Berdasarkan hasil penelitian di AS terhadap 15.000 remaja sebagai sampelnya,  menunjukkan bahwa jika peranan orangtua dalam pendidikan anak berkurang / terabaikan atau tak dilakukan maka terjadi peningkatan yang signifikan terhadap :

  1. Jumlah anak putri belasan tahun hamil di luar / tanpa menikah ,
  2. Kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak , dan
  3. Patologi psiko – sosial

(Daugherti dan Kurosaka: 2002).

 Peran Orangtua

peran orangtua 3Ada banyak peranan orang tua yang dapat dikembangkan dalam upaya menopang prestasi belajar anaknya , antara lain :

  1. Memberi motivasi .

Motivasi merupakan dorongan agar seseorang melakukan suatu tindakan / kegiatan . motivasi belajar sebaiknya ditanamkan sejak anak berusia dini. Dalam lima tahun pertama yang disebut  The Golden Years  , seorang anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang. Pada usia ini 90% dari fisik otak anak sudah terbentuk. Karena itu, di masa inilah anak-anak seyogyanya mulai diarahkan / diformat semangat belajarnya . Karena saat-saat keemasan ini tidak akan terjadi dua kali . Sebagai orang tua yang proaktif kita harus memperhatikan benar hal – hal yang berkenaan dengan perkembangan belajar sang buah hati .

Namun sayang , pada masa usia seperti ini orang tua selalu salah langkah dalam memformat pendidikan anak  sehingga mematikan daya ingin tahu anak dan kreativitas anak . Orangtua cenderung marah ketika dimasa kecil anaknya cerewet banyak bertanya secra terus – menerus berkesinambungan bahkan tidak rasional . Padahal , pada saat itu anak sedang membangun pengetahuannya berdasarkan kemampuan otaknya , namun orangtuanya memadamkan rasa ingin tahunya . Atau ,  orangtua cenderung marah ketika dinding rumahnya penuh coretan atau rumahnya berserakan dengan permainan anaknya . Padahal , saat itu anak sedang membangun kreativitasnya dan mengaktualisasikan interpersonal intelegensinya dalam dunia bermain .

Yang terlupakan orangtua bahwa dunia anak adalah dunia bermain . Dengan bermain anak belajar ; belajar berinteraksi , belajar berkomunikasi , belajar membangun kemampuan berfikir rasional ( konstruksivisme ) dan sebagainya .

Jika hal – hal kecil seperti di atas terbunuh oleh kemalasan dan ketidaksabaran  orang tua , wajar jika kelak anak di sekolah takut bertanya , takut memberi tanggapan maupun komentar , takut bereksperimen dan selalu bersikap diam tak bereaksi ketika proses pembelajaran berlangsung . Sehingga dalam proses pembelajaran siswa cenderung pasif  mendengar dan menunggu . Inilah buah pendidikan pertama di keluarga yang sangat merugikan pendidikan anak .

 2.      Memberi makanan yang bergizi .

Sebuah slogan tertera dalam buku The Learning Revolution “ Otak anda adalah apa yang ada makan “ . Jika anak kita diberi makan kerupuk , kerupuklah kualitas otak anak kita . Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan dalam British Medical Journal Inggris tahun 2001, menjelaskan bahwa  memberikan nutrisi yang cukup untuk otak si kecil sangat berpengaruh pada perkembangan sistem saraf pusat dan kemampuan kognitif di masa selanjutnya .

Banyak didapati anak – anak peserta didik menguap ( seperti mengantuk ) saat belajar pada pagi hari , hal itu bukan disebabkan anak kurang tidur . Tetapi otak kekurangan energi untuk berpikir pada tingkat tinggi ( high order thinking ), sehingga otak mudah lelah dan anak seperti mengantuk .

Fasilitas belajar yang paling esensial pada tubuh manusia adalah otak . Jadi , jika ingin cerdas , selain rajin belajar juga otak perlu di beri makanan yang berguna untuk membangun sel – sel otak yang berperan mengoptimalkan fungsi memori kerja  otak .

Dari studi yang dilakukan di The University of Kentucky Chandler Medical Center, Amerika Serikat, terbukti IQ bayi yang diberi ASI jauh lebih tinggi dibanding dengan yang tidak diberi ASI. Dan, pada saat anak mulai diberikan makanan padat, kebutuhan asam lemak anak bisa dipenuhi dengan memberikan ikan, telur bebek, susu yang diperkaya DHA dan ARA, dua nutrisi yang penting untuk pertumbuhan otak dan mata si kecil. 

Glukosa dari makanan yang kaya karbohidrat merupakan bahan bakar otak yang amat penting agar otak berfungsi optimal. Proses pengolahan informasi dan mengingat dapat berjalan dengan baik jika terpenuhinya kebutuhan glukosa otak tersebut. Ini semua bisa didapatkan dengan memberikan anak berbagai jenis kacang-kacangan, kentang, buah-buahan seperti pisang, sawo, serta sayur-sayuran misalnya daun singkong .

Protein Pembentukan Neurotransmiter adalah senyawa asam amino yang berperan terhadap proses pengolahan informasi di otak. Kadar senyawa ini amat berpengaruh terhadap seberapa banyak protein yang ada dalam makanan yang dikonsumsi sehari – hari .Kebutuhan senyawa ini bisa didapat dari ikan, daging, keju, yogut dan kacang – kacangan. Sedangkan kebutuhan buah – buahan, sayur – sayuran yang diperkaya antioksidan amat diperlukan untuk melindungi otak dari proses kerusakan sel – sel otak yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mengingat, dan berakibat proses belajarpun jadi lamban.

3.      Menyediakan fasilitas belajar yang memadai .

peran orangtua 2Fasilitas belajar dapat berupa meja belajar , tempat / kamar belajar , lampu belajar dan suasana belajar . Jika orang tua menginginkan anaknya betah belajar dan nyaman dalam belajar , maka fasilitas belajar yang nyaman harus disediakan . Bagaimana mungkin anak akan betah belajar jika ketika ia belajar suara keluarga lainnya tertawa gembira menonton acara televisi , meja belajar tidak ada serta lampu belajarpun menyakitkan / menyilaukan mata .

Di samping itu , orangtua sebaiknya mengetahui modalitas belajar anaknya , sehingga orangtua dapat memfasilitasi kebutuhan belajar anaknya sesuai dengan modalitas belajar anaknya .

 4.      Membelikan buku dan alat-alat tulis.

Buku merupakan salah satu sumber belajar , dan masih banyak lagi sumber belajar selain buku . Semakin banyak sumber belajar yang dapat diakses oleh anak , semakin baik bagi anak untuk memperkaya pengetahuan anak .

Kelemahan anak – anak didik kita saat ini adalah hanya mengandalkan guru sebagai satu – satunya sumber belajar . Padahal masih banyak lagi sumber belajar lain seperti perpustakaan , majalah , koran , buku penunjang diluar buku sekolah , bahkan internet .

 5. Memberitahu bagaimana mengatur jadwal kegiatan belajar.

Belajar di rumah  merupakan kebiasaan yang perlu ditanamkan pada anak . Orang tua dapat membantu anak membuat jadwal belajar secara teratur dan terencana . Setelah jadwal tersusun , orangtua harus mengawasi dan mendampingi anaknya belajar serta menciptakan kondisi belajar yang nyaman dan menyenangkan .

Orang tua harus mengatur waktu anak untuk menonton televisi atau acara lainnya. Jangan biasakan anak belajar sambil menonton televisi , jika orang tua  menginginkan prestasi belajar yang gemilang .

 6.      Menandatangani buku konsultasi / PR.

Sebagai wujud perhatian yang tepat , orang tua harus menandatangai buku konsultasi / PR anaknya . Dengan demikian , orangtua dapat mengetahui tingkat perkembangan kemampuan akademik anaknya dan perkembangan kemajuan belajar anaknya , sehingga dapat menentukan langkah – langkah tindakan yang tepat untuk kemajuan prestasi belajar anaknya .

 7.      Memberitahu langkah – langkah yang harus dilakukan dalam belajar .

 Ketika anak menghadapi kesulitan dalam hal belajar , orang tua dapat membantu menemukan langkah – langkah atau memberitahukan langlah – langkah penyelesaiannya , atau berkonsultasi dengan guru di sekolah untuk mengatasi permasalahan belajar anaknya .

Banyak anak gagal dalam belajar  bukan karena kemampuan anak rendah , tetapi kebanyakan anak tidak mengetahui bagaimana cara belajar yang tepat . Orangtua harus dapat mengetahui modalitas belajar yang dimiliki oleh anaknya , sehingga orangtua dapat mengarahkan cara belajar yang tepat untuk anaknya .

 8.      Mengecek apakah anak sudah belajar / mengerjakan tugas – tugasnya.

Sebagian besar anak – anak pelajar kita tidak belajar jika tidak ada PR . Jadi mereka belajar , jika ada PR . PR dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi peserta didik . Orang tua dapat membimbing anak menyelesaikan PR jika anak memang butuh bimbingan , atau menghadirkan guru privat untuk mendampingi serta membimbing anak ketika belajar di rumah jika memang diperlukan oleh anak .

 9.      Menanyakan nilai / hasil belajar anak.

Untuk mengetahui tingkat kemajuan belajar anaknya , orangtua harus sering menanyakan nilai hasil ulangan harian maupun nilai hasil pekerjaan rumah anaknya . Jika hasilnya baik, orangtua perlu memberi penguatan terhadap keberhasilan anaknya . Penguatan / afirmasi dapat berupa pujian , pengakuan atau hadiah sebagai penghargaan terhadap kesuksesan anaknya dalam belajar .

Namun , jika anak tidak / kurang berhasil orangtua harus memberi support / motivasi untuk belajar lebih giat lagi . Bukan mencerca dan menghujat dengan kata – kata ; bodoh , tolol , dan sebagainya yang akan membuat anak kurang percaya diri dan kehilangan semangat belajar .

 10.      Menanyakan kesulitan – kesulitan yang dihadapi anak .

Tidak semua anak dapat mengatasi kesulitannya sendiri . Sebaiknya orang tua mengetahui kesulitan – kesulitan apa yang dihadapi si anak jika orangtua menginginkan anaknya berprestasi dalam belajar . Jika kesulitan anak tidak dapat diatasi sendiri oleh orangtua , sebaiknya orang tua mencari penyelesaian dengan bantuan oranglain . Misalnya anak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal – soal pekerjaan rumah matematika karena tingkat penguasaan materi anak yang lemah . Orangtua dapat mencari pendamping belajar anak agar anak tidak tertinggal dalam mata pelajaran tersebut .

 11.      Menjelaskan mengapa anak perlu belajar dan sekolah dengan rajin .

Menjelaskan dan menanamkan pentingnya belajar terhadap anak adalah sangat penting . Dengan memberi contoh pada kehidupan nyata akibat orang yang tidak mau belajar dapat memotivasi anak untuk giat belajar . Namun penjelasan saja tidak cukup jika orangtua tidak memfasilitasi kebutuhan belajar . Jadi agar anak mau belajar , sediakanlah sarana dan prasarana belajar agar anak memperoleh kemudahan untuk belajar .

Alangkah ironisnya , jika anak kita suruh belajar namun tidak ada sarana yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar .

 12.     Memberitahukan hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak di sekolah dan rumah dalam   belajar .

Belajar tentunya mempunyai tujuan . Untuk mencapai tujuan belajar , orangtua harus berupaya menyingkirkan segala rintangan yang dapat menghalangi tercapainya tujuan belajar anaknya  dengan memberitahukan hal – hal yang dapat menopang keberhasilan belajar anaknya serta hal – hal yang dapat menghambat keberhasilan belajar anaknya . Dengan demikian anak dapat memilih tindakan / kegiatan yang tepat dan benar .

Selanjutnya orangtua mengawasi secara  tepat  kegiatan anaknya .

 13.      Menegur bila anak lalai tugas / tanggung jawab .

Bila anak lalai dalam mengerjakan tugasnya orangtua harus berani menegur . Namun teguran yang mengandung nilai pendidikan , bukan cercaan , makian dan hujatan . Hal ini perlu , untuk mengontrol anak tetap berada di jalur yang benar .

Namun teguran dan pujian / afirmasi haruslah terlaksana dengan seimbang . Kadangkala ketika anak melakukan tindakan yang tepat / berprestasi orangtua bersikap diam seribu basa , namun ketika anaknya lalai orangtua marah bahkan menghujat .

14.     Memberi contoh teladan

Keteladan merupan hal terpenting dalam kehidupan anak . Kadangkala anak tidak menemukan kesesuaian apa yang ia peroleh dalam pembelajaran dengan sikap perilaku orangtuanya . Semakin banyak ketidaksesuaian yang ia peroleh akan membuat anak berantipati dengan orangtuanya .

Dalam hal belajar , ketika orangtua menyuruh anaknya untuk belajar , sebaiknya orangtua juga mengambil buku / bacaan lain untuk membaca / belajar bersama anaknya . Bukan nonton televisi atau putar CD sehingga anaknya merasa cemburu , dan sebagainya .

Jadi  berilah keteladanan pada anak , karena pada dasarnya anak adalah imitasi dari orangtuanya . Keteladanan merupakan metode pendidikan terbaik .

Penutup .

            Belajar dapat diumpamakan seperti  seseorang yang ingin membuat teh manis . Air adalah subjek belajar ( siswa ) , gula adalah materi pembelajaran ( ilmu pengetahuan ) dan sendok / pengaduk adalah katalisator pembelajaran ( guru ) . Jika airnya panas , gula akan larut tanpa mesti diaduk , cukup digoyang perlahan . Namun , jika airnya tidak panas / dingin , perlu tenaga ekstra untuk mengaduknya .  Orangtua juga dapat berperan sebagai katalisator pembelajaran ketika anak berada di rumah dengan berupaya meningkatkan peran sertanya dalam menopang prestasi belajar anaknya .

            Jadi , prestasi belajar seorang anak bukanlah semata tanggungjawab seorang guru . Orangtua juga punya konstribusi besar dalam menopang prestasi belajar anaknya . Karena sumber belajar bukan hanya guru . Guru adalah salah satu sumber belajar diantara sekian banyak sumber belajar .

            Jika orangtua mau melakukan ini , bolehlah berucap : “ SIAPA DULU BAPAKNYA / IBUNYA “ .

 DAFTAR PUSTAKA

  1. Anonim, (2002). Nutrisi Otak Agar Anak Cerdas. Website Balita Cerdas  (12/08/2002)
  2. Dryden G; & Jeannette Vos, (2002). Revolusi Cara Belajar. Bandung: Penerbit Kaifa.
  3. LP3 UMY (2003). Majalah Pendidikan–Gerbang. Jakarta 
  4. Porter, B De & Hernacki , Mike  (2001). Quantum Learning. Bandung: Penerbit Kaifa.
  5. Slameto, (2003). Peranan Ayah Dalam Pendidikan Anak. Website Depdiknas (04/03/2004)

Oleh Purnawanto

guru efektifMendidik dan mengajar adalah tugas pokok dan tuntutan atas profesi yang disandang oleh seseorang yang dikenal dengan istilah Guru. Siapapun orangnya ketika memutuskan memilih sekolah keguruan maka konsekuensi dari pilihannya adalah mendidik dan mengajar. Banyak guru yang memaknai bahwa profesi guru adalah panggilan hidup sehingga memaknai setiap ucapan dan tindakannya sebagai bagian perjalanan panjang untuk melayani anak manusia dalam peradaban (Pendidkan Manusia Indonesia). Oleh karena itu dalam menjalankan pekerjaannya membutuhkan kesabaran, ketulusan dan dedikasi yang tinggi dalam membimbing para siswanya untuk menjadi manusia yang cerdas, berkualitas baik pengetahuan dan ketrampilan serta berakhlakul karimah. Sebagaimana yang tertulis dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Menurut Parker Palmer dalam bukunya The Courage to Teach (2003), mengatakan menjadi guru bukan sekadar melakukan pekerjaan biasa, tetapi juga memenuhi panggilan hati dan melakukan perjalanan spiritual.

Dalam menjalankan profesinya seorang guru juga harus dituntut professional artinya harus memiliki sikap kecintaan dan semangat yang terus menerus pada bidang pendidikan. Dengan kata lain selalu ada keinginan untuk membuat siswa belajar dengan senang dan mencapai keberhasilan sehingga para guru harus mampu mengembangkan kualitas akademik dan kompetensinya secara berkelanjutan sesuai dengan butir-butir Standar Kompetensi Guru dalam Permendiknas Nomor16 tahun 2007.

 Hasil Survey Siswa

Jika Anda menggunakan search engine www.google.com  atau www.yahoo.com untuk mencarai guru yang baik, maka Anda akan menemukan ratusan bahkan ribuan jawaban/komentar tentang guru yang baik. Salah satu komentar tersebut berasal dari yahoo answer sebagai berikut; “Guru yang biasa saja – membaca. Guru yang lumayan – menjelaskan. Guru yang baik – memeragakan. Guru yang terbaik – memberi inspirasi! Jadi, guru yang paling baik itu, bukan sekadar bekerja sebagai orang yang memberi tahu, tapi dia juga membantu membentuk kepribadian siswanya. Dia menjadi teladan. Bukan hanya membuat siswa mengerti apa yang diajarkan, tapi memacu siswa menjadi untuk lebih baik”.

 S6303136Hasil survey terhadap 200 siswa di daerah ini beberapa waktu yang lalu tentang kriteria guru yang disukai siswa adalah sebagai berikut; pandai menjelaskan, humoris, baik hati, pintar dan berwawasan luas, tidak pilih kasih, disiplin-tegas-tepat waktu, ramah, membuat siswa aktif (menarik), pengertian (empaty), suka membimbing, murah senyum, kreatif, tidak keras terhadap siswa, tutur kata sopan, dan objektif. Walaupun validitas angket ini kurang signifikan, namun hasil tersebut memberikan gambaran objektif penilaian siswa selaku peserta dididk terhadap guru selaku pendidik.

 Belajar Mengajar yang Efektif.

Dave Meier dalam bukunya The Accelerated Learning menegaskan bahwa proses belajar mengajar akan efektif jika siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa aktif bermakna;

  • Siswa tidak menanggapi perintah guru secara pasif tetapi sebaliknya mereka menyadari hakikat dan maksud pekerjaan yang mereka sedang lakukan.
  • Siswa termotivasi untuk belajar. Mereka mengerti “ apa, bagaimana, dan mengapa “ tentang sesuatu
  • Siswa mengajukan pertanyaan. Mereka merasa bebas untuk meminta bantuan dan bimbingan serta mengajukan pertanyaan mengapa.
  • Siswa berinteraksi seorang dengan yang lain dan dengan guru.

Sedangkan berpusat pada siswa bermakna;

  • Proses pembelajaran dengan cara tertentu berhubungan dengan suatu kelompok, suatu objek, suatu lembaga, suatu masalah, suatu bagian lingkungan sosial, suatu isu, dan seterusnya yang diketahui oleh siswa dan mereka berminat terhadapnya. Ini berarti bahwa siswa mampu melihat bahwa apa yang mereka pelajari mempunyai tujuan dan relevansi terhadap beberapa aspek kehidupannya.
    • Perbedaan individual antara siswa seperti kebutuhan, kemampuan, latar belakang sosial dan pendidikan serta pemahaman terdahulu atas konsep-konsep yang dipelajari harus dipertimbangkan, dan proses pembelajaran direncanakan sesuai dengan itu.
    • Pada waktu proses pembelajaran direncanakan, difokuskan pada apa yang akan dipelajari dan diperbuat. Pelu dipertimbangkan sumber daya apa yang diperlukan oleh siswa agar rencana tersebut dapat dijalankan.

 Cara Mengajar yang Efektif

Diaz,(1997) dalam buku Psikologi Pendidikan menegaskan bahwa mengajar merupakan hal yang kompleks, dan siswa selaku peserta didik sangat bervariasi (latar belakang sosial, motivasi, kemampuan awal, dsb), maka tidak terdapat cara tunggal untuk mengajar yang efektif untuk semua hal.  Oleh karena itu, guru harus menguasai beragam persfektif dan strategi, dan harus mampu mengaplikasikannya secara fleksibel.

John W. Santrock menyatakan bahwa untuk dapat melaksanakan hal di atas, ada dua hal utama yang harus dikuasai guru, yaitu;

1. Pengetahuan dan Keahlian Professional meliputi;

a. Penguasaan terhadap Materi Pelajaran

Guru yang efektif harus memiliki pengetahuan, fleksibel dan memahami materi pelajaran yang di ampu. Penguasaan subjek materi tidak hanya mencakup fakta, istilah dan konsep umum, tetapi mencakup pengetahuan tentang dasar-dasar pengorganisasian materi, mengaitkan berbagai gagasan, cara berfikir dan berargumentasi, pola perubahan dalam satu mata pelajaran, dan kemampuan untuk mengaitkan satu gagasan dari suatu disiplin ilmu ke disipiln ilmu lainnya.

b. Strategi Pengajaran.

Kontruktivisme menekankan agar individu secara aktif menyusun dan membangun (to construct) pengetahuan dan  pemahamannnya. Menurut pandangan konstruksivis, guru bukan sekedar memberi informasi ke pikiran aank, akan tetapi guru mendorong anak untuk mengeksplorasi dunia mereka, menemukan pengetahuan, merenung, dan berpikir secara kritis. Konstruksivis juga menekankan pada kolaborasi, anak-anak saling bekerja sama untuk menegtahui dan memahami materi pelajaran.

c. Penetapan Tujuan dan Keahlian Perencanaan Intruksioal.

Guru yang efektif tidak sekadar mengajar di kelas, baik ia menggunakan prespektif tradisional maupun konstruksivis. Namun, guru harus menentukan tujuan pengajaran dan menyusun rencana pembelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut. Guru juga harus menyusun kriteria tertentu agar sukses. Guru secara matang menyusun rencana instruksional, mengorganisasikan pelajaran agar siswa meraih hasil maksimal dari kegiatan belajarnya. Dalam menyusun rencana pembelajaran, guru harus memikirkan tentang cara agar pelajaran bias menantang sealigus menarik.

d. Keahlian Manajemen Kelas.

Aspek penting lain untuk menjadi guru yang efektif adalah kemampuan menjaga kelas agar tetap aktif bersama dan mengorientasikan kelas/siswa ke tugas-tugas yang telah dipersiapkan guru untuk mengaktifkan siswa. Guru yang efektif membangun dan mempertahankan lingkungan belajar yang kondusif. Agar lingkungan belajar optimal, guru perlu senantiasa meninjau ulang strategi penataan dan prosedur pengajaran, pengorganisasian kelompok, monitoring, dan mengaktifkan kelas, serta menangani tindakan siswa yang mengganggu kelas.

e. Keahlian Motivasional.

Guru yang efektif memiliki strategi yang baik untuk memotivasi siswa agar mau belajar. Para ahli psikologi pendidikan semakin percaya bahwa motivasi ini paling baik didorong dengan memberi kesempatan siswa untuk belajar di dunia nyata, agar setiap siswa berkesempatan menemukan sesuatu yang baru dan sulit. Guru yang efektif mengetahui bahwa siswa akan termotivasi saat mereka bias memilih sesuatu yang sesuai dengan minatnya. Guru yang baik akan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir kreatif dan mendalam untuk proyek mereka sendiri.    

f. Keahlian Komunikasi.

Sisi lain yang tak kalah pentingnya dalam mengajar adalah keahlian dalam berbicara, mendengar, mengatasi hambatan komunikasi verbal, memahami komunikasi nonverbal dari siswa, dan mampu memecahkan konflik secara konstruktif. Keahlian komunikasi bukan hanya penting untuk bukan hanya penting untuk mengajar, tetapi juga untuk berinteraksi dengan orangtua siswa. Guru yang efektif menggunakan keahlian komunikasi yang baik saat mereka berbicara dengan siswa, orangtua, administrator, dan lainnya, serta memiliki gaya komunikasi asertif bukan agresif.  

g. Bekerja secara Efektif dengan Siswa dari Latar Belakang Kultural Berbeda.

Guru yang efektif mampu mendorong siswanya untuk menjalin hubungan positif dengan siswa yang berbeda, membimbing siswa untuk berpikir secara kritis tentang isu kultural dan etnis, menanamkan sikap saling menerima, dan bertindak sebagai mediator kultural.

h. Keahlian Teknologi.

Guru yang efektif mampu mengembangkan keahlian teknologi dan mengintegrasikan komputer ke dalam proses belajar mengajar di kelas, menggunakan alat komunikasi melalui komputer seperti internet, mendesain media pembelajaran berbasis komputer, serta menggunakan media ICT lainnya untuk keperluan pembelajaran.

2. Komitmen dan Motivasi.

Menjadi guru yang efektif membutuhkan komitmen dan motivasi. Aspek ini mencakup sikap yang baik dan perhatian kepada siswa. Guru yang efektif memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuannya dan tidak membiarkan emosi negatif melunturkan motivasi dirinya.

Daftar Pustaka

Anonim. (2007). Yahoo Answer: Ciri-ciri Guru yang Baik. http://id.answer.yahoo.com di download tanggal 16 Desember 2007.

Hary. (2007). Mendidik dan mengajar dengan Hati. www.harysmk3.wordpress.com di download tanggal 4 April 2008.

Meier, Dave. (2005). The Accelerated Learning Handbook. Penerbit Kaifa. Bandung

W.Santrock, John. (2008). Psikologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

musikSetiap orang pasti pernah mendengarkan musik. Dari anak-anak sampai lanjut usia, kebanyakan orang menikmati alunan musik. Tanpa disadari musik menjadi bahagian dari kehidupan manusia. Untuk mengusir kesunyian, mengisi kegembiraan, mengiringi pekerjaan dan lain sebagainya, sebagian besar orang gunakan musik.

            Alunan musik tidak saja hanya memanjakan telinga, namun dapat mensupport kecerdasan anak. Hasil-hasil penelitian banyak menunjukkan pengaruh musik terhadap kecerdasan anak. Siswa-siswa setingkat kelas 1 – 4 SD di Amerika Serikat mendapatkan pelajaran musik 75 menit setiap minggu, sejak kelas 5 mereka memperoleh pelajaran musik selama 80 menit. Di Inggris anak usia TK yang berkemampuan membaca di bawah rata-rata, dapat mengejar teman-teman mereka yang di kelompok rata-rata sesudah mereka diperkaya dengan pelajaran musik tambahan, mereka belajar bernyanyi dalam sebuah kelompok melalui latihan ketepatan nada dan irama disertai dengan latihan kepekaan emosi, sebuah program yang sangat berstruktur dan dapat dinikmati anak-anak.

Musik dan Kehidupan

musik2Stephanie Merrit, Direktur Pusat Musik dan Pencitraan California yang sebelumnya menjadi guru pernah mengalami hal unik berkenaan dengan perilaku anak didiknya. Pada suatu pagi, ketika pelajaran akan dimulai, ia melihat murid-muridnya loyo dan tak bersemangat serta daya tangkapnya rendah. Kemudian ia bertanya kepada mereka tentang makanan yang disantap sebelum berangkat ke sekolah. Jawabannya, semua makanannya bergizi tinggi. Namun ketika mereka ditanya tentang musik yang didengarkan sebelum berangkat, sebagian besar menjawabnya musik keras seperti heavy metal. Sejak itu, ia menganjurkan murid-muridnya untuk mendengarkan musik klasik. Hasilnya mengejutkan, semangat dan hasil belajar mereka meningkat.

Seorang ahli biofisika telah melakukan suatu percobaan tentang pengaruh musik bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari jenis dan umur yang sama diletakkan pada tempat yang berbeda. Yang satu diletakkan dekat dengan pengeras suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow rock dan heavy rock, sedangkan tanaman yang lain diletakkan dekat dengan speaker yang memperdengarkan lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. Dalam beberapa hari terjadi perbedaan yang sangat mencolok. Tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu rock menjadi layu, sedangkan tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu indah tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti nyata bahwa musik sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup.

“Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmony”, demikian kata Ev. Andreas Christanday dalam suatu ceramah musik. “Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony mempengaruhi roh”. Contoh paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak. Semuanya bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Jika hati kita sedang susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang teratur. Perasaan kita akan lebih enak dan enteng. Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa manusia. Sedangkan harmony sangat mempengaruhi roh. Dalam ritual-ritual keagamaan banyak digunakan harmony yang membawa roh manusia masuk ke dalam alam penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar harmony dari suara-suara alam disekelilingnya. “Musik yang baik bagi kehidupan manusia adalah musik yang seimbang antara beat, ritme, dan harmony”, ujar Ev. Andreas Christanday.

Efek Musik pada Pikiran dan Tubuh

Dalam buku Music, mind and Brain, Manfred Clynes Ph.D menjelaskan bagaimana musik dapat mempengaruhi seluruh aktivitas manusia. Struktur musik yang harmonis, kualitas interval, timbre, pola nada dan tempo diproses di otak kanan kita. Sedangkan perubahan yang cepat seperti pada perubahan volume suara, penataan nada suara dan lirik diproses oleh otak kiri kita.

Pakar lainnya, Jean Houston Ph.D mengatakan bahwa tubuh pada level molekul, bergetar pada panjang gelombang yang tetap dan stabil. Saat kita mendengarkan musik, frekuensi musik dapat beresonansi atau bertentangan dengan frekuensi tubuh. Saat terjadi kesamaan frekuensi, kita akan merasa nyaman dan tubuh berada pada keadaan rileks tetapi waspada.

Hubungan Musik dan Fungsi Otak

Otak manusia, termasuk otak bayi, terdiri dari belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Otak ini mulai terbentuk pada awal kehamilan dan berkembang dengan pesat sampai bayi lahir. Belahan otak kiri merupakan tempat untuk melakukan fungsi akademik yang terdiri dari berbicara-kemampuan tata bahasa, baca-tulis-hitung, daya ingat (nama, waktu, peristiwa) logika, angka, analisis,dll. Belahan otak kanan berkaitan dengan perkembangan artistik dan kreatif, perasaan, gaya bahasa, irama musik, imajinasi, lamunan, warna, pengenalan diri dan orang lain, sosialisasi, dan pengembangan kepribadian.

Dari penjelasan mengenai fungsi otak kiri dan kanan, maka dapat diketahui belahan otak kanan ada kaitannya dengan “musik”. Musik pertama-tama akan diproses oleh auditory cortex kita dalam bentuk suara. Selanjutnya kita akan menikmati musik itu dengan otak kanan, sedangkan otak kiri akan memproses lirik yang terdapat dalam musik/lagu. Efek selanjutnya adalah pada sistem limbic atau otak mamalia. Selain menangani memori jangka panjang, sistem limbic juga menangani proses respons terhadap musik dan emoasi. Jadi sebenarnya belahan otak kiri dan otak kanan bila bekerja sama akan saling memperkuat untuk meningkatkan daya ingat. Oleh karenanya disarankan kepada orang tua juga guru untuk merangsang perkembangan otak anak tidak hanya otak kiri saja, melainkan secara bersamaan juga otak kanannya.

Musik Klasik dan Kecerdasan

Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan nada-nada yang teratur, bukan nada-nada “miring”. Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan musik.

Grace Sudargo, seorang musisi dan pendidik mengatakan, “Dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia”. Penelitian menunjukkan bahwa musik klasik yang mengandung komposisi nada berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan merangsang kuadran C pada otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang hingga 80 % dengan musik.

Penelitian Dr. Alfred Tomatis, dokter dari Prancis, menyebutkan, musik klasik memberikan energi kepada otak dan membuatnya menjadi lebih santai. Eksperimen dan penelitian lainnya dilakukan Dorothy Retallack, seorang musisi profesional, tahun 1970 di Temple Buell College, Colorado terhadap tanaman. Hasilnya, tanaman labu yang distelkan musik klasik, tumbuh dengan baik ke arah radio dan batang-batangnya mulai melingkari radio. Sedangkan pohon labu yang diletakkan di ruangan musik rock tumbuh menjauhi radio, seolah-olah dia berusaha menjauhi tembok.

Dr Hardywinoto SKM dari Pusat Penelitian Keluarga Sejahtera UI mengatakan, beberapa gubahan musik klasik dari Wolfgang Amadeus Mozart, Antonio Vivaldi, dan Johann Sebastian Bach diyakini mampu meningkatkan kecerdasan anak, tidak saja ketika ia  masih berbentuk janin dalam kandungan, tetapi hingga anak berusia tiga tahun.

Sementara itu, psikolog anak Dra Surastuti Nurdadi juga mengungkapkan pendapat yang sama. Stimulasi positif menurutnya, memang dapat meningkatkan kecerdasan anak sejak dalam kandungan. Dari stimulasi ini, diharapkan ketika anak tumbuh, bukan hanya menjadi cerdas, melainkan dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. “Stimulasi menimbulkan kedekatan antara ibu dan anak. Bahkan, lanjut Surastuti, bayi masih dalam kandungan bisa distimuli dengan diperdengarkan musik klasik, diajak berbicara, dan diberikan elusan penuh kasih sayang. Orang tua juga harus siap dan berusaha mengajarkan cara anaknya bersosialisasi dengan dunia luar ketika ia masih di dalam rahim.

Gallahue, (1998) mengatakan, kemampuan-kemampuan dasar anak dapat dioptimalkan melalui stimulasi dengan memperdengarkan musik klasik. Rithme, melodi, dan harmoni dari musik klasik dapat merupakan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan belajar anak. Melalui musik klasik anak mudah menangkap hubungan antara waktu, jarak dan urutan (rangkaian) yang merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk kecakapan dalam logika berpikir, matematika dan penyelesaian masalah.

Hasil penelitian Herry Chunagi (1996) dan Siegel (1999), yang didasarkan atas teori neuron (sel kondiktor pada sistem saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan, suara mengakibatkan neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak. Semakin banyak rangsangan musik diberikan akan semakin kompleks jalinan antarneuron itu. Itulah sebenarnya dasar adanya kemampuan matematika, logika, bahasa, musik, dan emosi pada anak.

Selanjutnya, Gordon Shaw (1996) dalam newsweek (1996) mengatakan kecakapan dalam bidang yakni matematika, logika, bahasa, musik dan emosi bisa dilatih sejak kanak-kanak melalui musik. Dengan melakukan penelitian membagi 2 kelompok yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen melalui pendidikan musik sehingga sirkuit pengatur kemampuan matematika menguat.

Musik berhasil merangsang pola pikir dan menjadi jembatan bagi pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks. Martin Gardiner (1996) dalam Goleman (1995) dari hasil penelitiannya mengatakan seni dan musik dapat membuat para siswa lebih pintar, musik dapat membantu otak berfokus pada hal lain yang dipelajari. Jadi, ada hubungan logis antara musik dan matematika, karena keduanya menyangkut skala yang naik turun, yaitu ketukan dalam musik dan angka dalam matematika.

Penutup

            Ternyata kecerdasan anak dapat ditingkatkan kualitasnya dengan cara mendengarkan musik-musik klasik. Pengaruh musik tersebut akan berdampak pada kualitas kecerdasan anak hingga ia dewasa. Namun, orangtua perlu pengetahuan luas tentang bagaimana mengelola musik terutama musik klasik agar pengaruhnya terhadap kecerdasan buah hatinya berpengaruh positif, tentunya dengan pola pengaturan yang cerdas pula.

           Di sisi lain , orangtua juga perlu memilah dan memilih jenis musik yang tepat dan baik bagi perkembangan kepribadian anaknya. Selain itu, mengawasi lingkungan bermain bagi anak dan berupaya menempatkan anak pada lingkungan yang kondusif bagi perkembangan kepribadian dan kecerdasan anak, serta yang tak kalah penting memfasilitasi kebutuhan akan perkembangan kecerdasan anak, kemudian meminimalisir hambatan bagi anak untuk tumbuh kembang menjadi anak yang cerdas.

Dari berbagai sumber.

Oleh: Purnawanto

motivasi belajarAnak cerdas adalah anak dambaan setiap orang tua. Berbagai upaya dilakukan orangtua untuk mengembangkan kecerdasan anaknya, baik melalui pemenuhan kebutuhan biologis seperti makanan bergizi dan susu, maupun pemenuhan kebutuhan perkembangan psikomotoriknya berupa permainan-permaianan anak, serta penambahan beaya ekstra dengan memasukkan putra/putrinya ke sekolah-sekolah play group dengan harapan anaknya kelak akan tumbuh cerdas dan menjadi juara kelas.

 Anak dengan tingkat kecerdasan tinggi belum tentu memiliki prestasi belajar yang baik. Namun, bila anak memiliki motivasi yang tinggi, maka prestasi belajarnya biasanya baik. Pada dasarnya setiap anak suka belajar. Mereka mau melakukan yang terbaik dalam rangka menumbuhkan kepercayaan diri dan pembentukan konsep diri yang positif. Masih ingatkah Anda pada balita Anda yang suka sekali bertanya ‘Kenapa?’, ‘Ini apa?’, ‘Untuk apa?’,‘ Punya siapa?’, dan seambrek pertanyaan lain yang kadangkala membosankan. Pertanyaan itu seringkali meluncur begitu saja tak berhenti dari mulut kecilnya yang spontan tanpa rekayasa. Hal tersebut muncul dilandasi “ rasa keingintahuannya “, bukan karena hal yang dibuat-buat.

 Mereka juga menyukai guru, teman, orangtua, dan anggota keluarga yang bangga terhadap diri mereka. Namun, masalah lain muncul ketika anak memasuki jenjang pendidikan formalnya di Sekolah Dasar (SD). Rasa ingin tahu anak yang menggebu-gebu di masa kecilnya dahulu hilang ketika anak masuk ke dunia sekolah ? Semangat bertanya yang ia miliki dahulu, kini pupus. Mulai dari masalah sulit diajak belajar, enggan atau seperti terpaksa dalam mengerjakan tugas sekolah sampai mogok masuk sekolah. Kondisi ini tentu saja membuat catatan prestasi belajar anak buruk atau kurang baik. Mengapa beberapa anak kehilangan motivasi belajar saat menempuh jenjang pendidikan formal? Apa yang harus dilakukan orangtua? 

Mengoptimalkan kecerdasan

Dalam dunia psikologi, dorongan yang dirasakan seseorang untuk melakukan sesuatu disebut sebagai motivasi. Motivasi tersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar diri seseorang. Morgan (1986) dalam bukunya Introduction To Psychology, menjelaskan beberapa teori motivasi:

1.   Teori insentif

Dalam teori insentif, seseorang berperilaku tertentu untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu ini disebut sebagai insentif dan adanya di luar diri orang tersebut. Contoh insentif yang paling umum dan paling dikenal oleh anak-anak misalnya jika anak naik kelas akan dibelikan sepeda baru oleh orangtua, maka anak belajar dengan tekun untuk mendapatkan sepeda baru. Insentif biasanya hal-hal yang menarik dan menyenangkan, sehingga anak tertarik mendapatkannya.

 2.   Pandangan hedonistik

Dalam pandangan hedonistik, seseorang didorong untuk berperilaku tertentu yang akan memberinya perasaan senang dan menghindari perasaan tidak menyenangkan. Contohnya: anak mau belajar karena ia tidak ingin ditinggal ibunya ke pasar/supermarket.

 Dari uraian di atas, dapat diasumsikan bahwa anak yang malas disebabkan ia tidak merasakan adanya insentif yang menarik bagi dirinya dan ia pun tidak merasakan perasaan menyenangkan dari belajar.

 Motivasi belajar adalah faktor pendukung yang dapat mengoptimalkan kecerdasan anak dan membawanya meraih prestasi. Anak dengan motivasi belajar tinggi, umumnya akan memiliki prestasi belajar yang baik. Sebaliknya, rendahnya motivasi akan membuat prestasi anak menurun. Sebab, motivasi merupakan perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai dengan adanya dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi akan mendorong anak berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan belajar. Ia juga akan belajar dengan sungguh-sungguh tanpa dipaksa.

  Sri Rahmawati, Psi, seorang konsultan pendidikan mengatakan :

Di usia SD, persepsi anak tentang motivasi belajar biasanya belum utuh. Mereka belum terlalu mengerti mengapa harus sekolah, mengapa harus berprestasi? Kemampuan anak untuk memiliki persepsi yang utuh tentang motivasi belajar sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya; sikap dan cara mengajar guru, pola didik orangtua dan sikap teman-temannya. Diakui, peran orangtua cukup besar dalam menanamkan motivasi belajar pada anak. Semakin sering orangtua memberikan semangat dan dorongan untuk cinta belajar, memberikan teladan dalam keseharian, maka motivasi belajar anak akan semakin besar”.

 Menurut Sri, penanaman motivasi belajar pada anak harus dilakukan sejak dini agar lebih ajeg dan menetap dalam diri anak. Namun, hendaknya orangtua tak hanya menekankan motivasi belajar untuk meraih prestasi dalam bidang akademik semata. “Jangan melihat kecerdasan anak dari ranking saja. Tapi, lihatlah bagaimana ia bersosialisasi, bagaimana kreativitasnya, gerak tubuhnya, dan lain-lain,” tutur psikolog lulusan Fakultas Psikologi UI ini .

 Seorang psikolog pendidikan asal Amerika Serikat bernama Howard Gardner pernah melontarkan pertanyaan yang unik: “Pernahkah terpikir oleh Anda, jika seorang jenius musik seperti Mozart di tes IQ, berapa hasilnya? Sebaliknya, bisakah seorang Einstein menciptakan lagu seperti Mozart atau melukis seperti Leonardo Da Vinci

 Pertanyaan ini kemudian mendorong Gardner untuk berteori bahwa kecerdasan pada hakikatnya tidak hanya satu macam, melainkan sedikitnya ada 8 macam. (Yaitu) kecerdasan bahasa, kecerdasan ilmu pasti, kecerdasan ilmu alam, kecerdasan gerak seperti pada penari dan olahragawan, kecerdasan musik, kecerdasan untuk menganalisis diri sendiri, kecerdasan antar pribadi sehingga membuat anak mudah bergaul dan kecerdasan ruang, misalnya pelukis, disainer, arsitek.

 Dengan ragam kecerdasan di atas, tentu saja tidak adil jika orangtua hanya mengasah motivasi belajar anak atau memberi penghargaan dengan ukuran nilai akademis. Dalam beberapa kasus, anak yang prestasi akademiknya kurang, saat di lapangan olahraga, misalnya, ia menjadi juara dan mendapat penghargaan yang sepatutnya dari guru atau orangtua, motivasi belajarnya di kelas bertambah dan prestasinya pun perlahan membaik. Jadi, adanya penghargaan dari lingkungan terhadap hal-hal positif lain (bukan cuma ranking di kelas) yang dilakukan anak dapat memacu tumbuhnya motivasi belajar di kelas. 

Beberapa faktor penting

Menurut Sri, banyak faktor yang berhubungan dengan motivasi belajar anak. Bisa berasal dari anak, guru, orangtua, sekolah, atau teman-temannya. Bila anak mengalami penurunan prestasi belajar akibat menurunnya motivasi, maka orangtua perlu segera memperhatikan beberapa hal berikut ini.

  1. Apakah anak mengalami masalah dengan penglihatannya?  Masalah pada penglihatan akan mengganggu kemampuan belajar anak. Bila terjadi gangguan pada mata dan penglihatannya, maka anak pun akan kesulitan membaca tulisan di papan tulis atau di buku. Tentu saja hal itu juga akan berdampak pada aktivitas olahraganya. Apakah Anda sudah memeriksakan penglihatannya pada dokter mata pada saat usianya mencapai enam tahun?
  2. Pastikan apakah anak Anda mendapatkan makanan yang cukup dan bugar berolahraga? Makanan yang cukup dan badan yang bugar karena berolahraga membuat keadaan fisik anak dalam keadaan baik.
  3. Pastikan agar anak cukup beristirahat di malam hari.  Istirahat yang cukup membuat anak belajar dalam kondisi yang prima. Sebaliknya, bila istirahatnya tidak cukup, maka ia akan mengantuk saat belajar.
  4. Pastikan apakah ia memiliki waktu belajar yang teratur. Latihlah agar anak memiliki keteraturan dalam menjalankan rutinitasnya, termasuk soal belajar. Sepakatilah waktu belajarnya setiap hari, jam lima sore, sesudah maghrib, atau waktu lain sesuai dengan kesepakatan Anda dan anak. Dengan memiliki keteraturan waktu belajar sejak kecil, maka belajar akan menjadi kebiasaan yang menetap.
  5. Pastikan, apakah ia sudah memiliki tempat belajar yang nyaman. Tempat belajar yang menyenangkan akan meningkatkan semangat belajar anak. Sebaliknya, tempat belajar yang tidak menyenangkan anak membuat semangat belajarnya menurun.
  6. Pastikan, apakah Anda sudah memberikan semangat belajar padanya dan memberikan penghargaan terhadap usaha belajarnya. Jangan memaksakan kehendak Anda pada anak. Tapi, berikanlah penghargaan atas usaha yang telah dilakukannya.
  7. Apakah Anda sudah meluangkan waktu untuk berdiskusi secara teratur dengan guru kelasnya? Temukan masalah apa yang dihadapi oleh anak? Pelajaran apa yang perlu mendapat perhatian tambahan di rumah dan seterusnya. Ketahuilah, guru kelas akan sangat senang bila orangtua secara proaktif berdiskusi dan menanyakan perkembangan anaknya di dalam kelas. Karena, bila dengan begitu, akar dari masalah menurunnya motivasi belajar anak akan segera diketahui. Sebaliknya, tanpa peran aktif dari orangtua, masalah ini akan berlarut-larut.
  8. Pastikan, apakah orangtua tidak memberikan kontribusi masalah pada diri anak? Misalnya, konflik yang terjadi pada diri orangtua seringkali membuat anak menjadi tak nyaman. Bila anak tak memiliki kenyamanan hati, tak heran bila ia akan kehilangan motivasi untuk berprestasi.
  9. Apakah hubungannya dengan teman, guru dan orang-orang di lingkungan sekolahnya dalam keadaan baik? Bila anak memiliki gangguan dengan orang-orang yang berada dalam lingkungan sekolah, ada kemungkinan dapat menurunkan motivasi belajarnya.

Menjaga agar anak tetap memiliki motivasi belajar adalah hal yang mendasar. Sebab motivasi adalah bahan bakar bagi prestasi belajar anak. Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan tentang pola asuh yang cerdas serta kesabaran yang cukup bagi orangtua terutama ibu dalam mendidik putra-putrinya jika menginginkan putra-putrinya tumbuh cerdas.

Memberi Dorongan Agar Anak Mau Belajar

Sehubungan dengan teori motivasi di atas, orangtua dapat memberikan dorongan agar anak mau belajar dengan dorongan seperti berikut ini :

  1. Berikan insentif jika anak belajar.  Insentif yang dapat diberikan ke anak tidak selalu harus berupa materi, tapi bisa juga berupa penghargaan dan perhatian. Pujilah anak saat ia mau belajar tanpa mesti disuruh. Pujian selain merupakan insentif langsung, juga menunjukkan penghargaan dan perhatian dari orangtua terhadap anak. Anak seringkali haus perhatian dan senang dipuji. Jadi daripada memberikan perhatian ketika anak tidak mau belajar dengan cara marah-marah, dan ketika belajar tanpa disuruh orangtua tidak memberikan komentar apapun, atau hanya komentar singkat tanpa kehangatan, akan lebih efektif perhatian orangtua diarahkan pada perilaku-perilaku yang baik.
  2. Terangkan dengan bahasa yang dimengerti anak, bahwa belajar itu berguna buat anak. Bukan sekedar supaya raport tidak merah, tapi misalnya dengan mengatakan “Kalau Adek rajin belajar dan jadi pintar, nanti kalau ikut kuis di tv bisa menang loh, dapat banyak hadiah. Kan kalau anak pintar, bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya”.
  3. Sering mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang diajarkan di sekolah pada anak (bukan dalam keadaan mengetes anak, tapi misalnya sembari mengisi tts atau ikut menjawab kuis di tv). Jika anak bisa menjawab, puji dia dengan menyebut kepintarannya sebagai hasil belajar. Kalau anak tidak bisa, tunjukkan rasa kecewa dan mengatakan “Yah Adek nggak bisa jawab, nggak bisa bantu Ibu lah. Adek, di buku pelajarannya ada nggak sih jawabannya? Kita lihat yuk sama-sama”. Dengan cara ini, anak sekaligus akan merasa dipercaya dan dihargai oleh orangtua, karena orangtua mau meminta bantuannya.
  4. Mensetting suasana belajar. Jika setiap kali pembicaraan mengenai belajar berakhir dengan omelan-omelan, ia akan mengasosiasikan suasana belajar sebagai hal yang tidak memberi perasaan menyenangkan, dengan demikian akan dihindari. Buatlah suasana belajar anak menjadi suasana yang menyenangkan dan nyaman. Suasana yang di dalamnya tidak ada omelan, amarah, dan pernyataan “bodoh kamu, begitu saja tak bisa”, dan banyak lagi pernyataan negatif yang dapat mematikan empati anak terhadap belajarnya.

Membuat Suasana belajar yang lebih Menyenangkan

Selain tidak sering-sering memarahi anak ketika belajar, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan agar suasana belajar lebih menyenangkan dan anak mau belajar. Hal-hal tersebut adalah:

  1. Jadilah contoh buat anak . Anak cenderung meniru perilaku orangtua, karena itu. Ketika menyuruh dan mengawasi anak belajar, orangtua juga perlu untuk terlihat belajar (misalnya membaca buku-buku).  Sesekali ayah-ibu perlu berdiskusi satu sama lain, mengenai topik-topik serius (suasana seperti anak sedang kerja kelompok dan diskusi dengan teman-teman, jadi anak melihat kalau orangtuanya juga belajar).  Dengan demikian, anak melihat bahwa orangtuanya sampai tua pun tetap belajar.
  2. Pilih waktu belajar terbaik untuk anak, ketika anak merasa segar. Mungkin sehabis mandi sore. Anak juga bisa diajak bersama-sama menentukan kapan waktu belajarnya.
  3. Jadikan belajar sebagai rutinitas yang pasti. Anak butuh suatu kepastian, hal-hal yang dapat diprediksi. Misalnya ketika sudah ditentukan, waktu belajar adalah 2 jam setiap hari, pukul 19.00-21.00, maka pada jam tersebut harus digunakan secara konsisten sebagai waktu belajar. Kecuali disebabkan hal-hal yang mendesak, misalnya anak baru sampai rumah pukul 18.30, tentunya tidak bijaksana memaksa anak harus belajar pukul 19.00, karena masih lelah. Hal-hal yang mengganggu situasi belajar juga perlu dilenyapkan, seperti tv, play station, dll.
  4. Kenali pola belajar anak  dan susunlah suatu jadwal belajar yang sesuai.  Anak punya daya konsentrasi dan rentang perhatian yang berbeda-beda. Misalnya ada anak yang bisa belajar terus-menerus selama 1 jam, ada yang hanya bisa selama setengah jam. Bagi anak yang hanya mampu berkonsentrasi selama 30 menit, maka berikan waktu istirahat 5-10 menit setelah ia belajar selama 30 menit. Demikian untuk anak yang mampu belajar lebih lama.
  5. Menemani anak ketika belajar.  Dalam hal ini orangtua tidak perlu harus terus-menerus berada di samping anak karena mungkin Anda sebagai orangtua memiliki pekerjaan. Namun paling tidak ketika anak mengalami kesulitan, Anda ada di dekatnya untuk membantu menyelesaikan permasalahan belajar yang ia hadapi.

Demikian hal-hal yang dapat disarankan untuk membantu orangtua memberikan motivasi anak agar mau belajar. Semoga berguna dan dapat berhasil diterapkan. Orangtua senang, tidak lelah berteriak-teriak dan marah-marah, anak pun senang tidak dimarahi dan merasa menyukai kegiatan belajar.

Dari berbagai sumber

Matematika merupakan mata pelajaran yang selalu dijumpai disetiap jenjang pendidikan. Keberadaannya sangat berperan bagi pengembangan sistematika berfikir, sehingga anak mampu berfikir kritis, analitis, logis dan deduktif.  Namun keberadaannya sangat tidak disenangi oleh kebanyakan siswa. Seolah–olah matematika merupakan momok yang harus dihindari. Prestasi belajar matematika pun terperosok di bawah rata–rata mata pelajaran lain. Apalagi ketika pemerintah menetapkan angka minimal kelulusan 4,0 ; matematika menjadi “ momok yang besar “ di mata siswa .

 Kondisi Real

            Jika ditanya kepada siswa secara jujur, apakah mereka senang dengan pembelajaran matematika? Sudah pasti jawaban mereka kompak, tidak. Hanya sebagian kecil saja (tidak sampai 5%) dari siswa yang senang dengan mata pelajaran matematika.

Hal inilah yang menjadi permasalahan besar bagi guru–guru matematika di semua tingkat sekolah. Ketidaksenangan ini berkorelasi positif terhadap hasil ulangan harian siswa. Jika hasil ulangan harian siswa dianalisis, maka perolehan tingkat ketercapaian hanya mencapai 30 %  s/d 40 %. Sungguh kondisi yang amat memprihatinkan. Lebih lanjut rendahnya prestasi belajar matematika siswa dapat dilihat pada nilai perolehan mereka saat Ujian Akhir Nasioanal .

 Perdebatan tentang mutu pengajaran matematika bermunculan dalam berbagai media massa, Wardiman Joyonegoro (Surabaya Post, 25 September 1993) mengemukakan bahwa berdasarkan beberapa penelitian di Indonesia tingkat penguasaan siswa SLTP dan SLTA terhadap materi kurikulum MIPA baru mencapai 34 % dan matematika  40 % IPA. Disamping itu hasil penelitian PERC(2001) mengemukakan bahwa dari 38 negara–negara Asia, prestasi belajar anak-anak Indonesia dalam mata pelajaran matematika menempati urutan ke 34 dan mata pelajaran IPA menempati urutan ke 32.

 Apa Kata Mereka Tentang Matematika 

Santy, pelajar SD

“ Aih, pusing kepalaku. Banyak kali PRnya. Mana gurunya seram lagi. Pokoknya nggak enaklah. Stress kalau masuk les matematika “ .

Dina, pelajar SMP

“ Waktu di SD masih enak. Sudah di SMP, wah pusing. Banyak kali rumusnya. Banyak kali materinya . PRnya pun makin payah “.

Lucyka, pelajar SMA .

“ Dari namanya aja sudah jelas. Matematika, mati-matilah kita. Bingung kita mikirin. Lihat soalnya aja sudah pusing, apalagi jawabnya “ .

 Namun, tidak bagi Ainun Nadjib, siswi Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 5 Surabaya ini justru menyukai Matematika dengan alasan yang sangat sederhana. “Matematika asyik karena kita tidak perlu belajar,” ujarnya. “Kadang-kadang, senang sekali kalau sudah menemukan satu rumus baru dari hasil mengutak-atik rumus atau turunan dari rumus lain. Tetapi, waktu dicek, ternyata rumus itu sudah ada, ha-ha-ha…,” kata Ainun sambil tertawa.

 Setiap kali pelajaran Matematika, Ainun berusaha memahami apa yang diajarkan guru. “Jadi, tidak ada yang perlu dipelajari kalau kita sudah paham konsep yang digunakan,” tandasnya. Itulah pengakuan Ainun Najib, Juara harapan (honorable mention) pada Olimpiade Matematika Asia Pasifik (Asia Pacific Mathematics Olympiad/APMO) 2003 yang lalu .

 Mengapa Matematika di Benci

            Secara umum ada 2 faktor yang menjadi penyebab ketidaksukaan siswa terhadap mata pelajaran matematika, yang pertama datangnya dari siswa sendiri  dan yang kedua dari sang guru.

 1. Faktor dari diri Siswa

Matematika merupakan ilmu murni yang kerangka teoritisnya kebanyakan abstrak dan rasional. Diperlukan kemampuan belajar dengan cara berfikir abstrak dan kemampuan berfikir logis dan rasional untuk memahaminya. Jadi untuk belajar matematika memang diperlukan kecerdasan matematika atau angka (Mathematical Intelligence or Number Smart). Kecerdasan inilah yang tidak dimiliki oleh kebanyakan siswa kita, sehingga mereka dengan mudah dan enteng mengatakan matematika susah.

 Sisi lain adalah kemalasan siswa untuk berfikir lebih berat. Siswa kita justru cenderung lebih senang belajar dengan pola hafalan dan mendengar cerita. Sementara itu, pembelajaran matematika membutuhkan tingkat pemikiran kritis, logis dan sistematis serta membutuhkan latihan yang banyak untuk memahami lebih lanjut konsep yang ada .

  Dua hal inilah yang tidak dimiliki oleh siswa kita, siswa kita lebih cenderung malas berfikir lebih dalam dan malas melakukan latihan.

 2. Faktor dari Guru

Guru juga punya kontribusi terhadap ketidaksukaan siswa pada mata pelajaran matematika. Jika diadakan survey, guru matematikalah yang menempati posisi paling atas sebagai guru yang paling tidak disukai karena penampilannya yang terkesan kejam. Jika siswa salah mengerjakan latihan ke depan, pasti kena hukuman. Atmosfir kelas terasa tegang dan menakutkan. Siswa takut, takut bertanya, takut menjawab, yang pasti takut berbuat salah. Kondisi inilah yang mungkin  menyebabkan padamnya motivasi siswa sehingga siswa statis dalam belajar matematika. Kondisi inilah yang ditentang oleh Andi W Gunawan , seorang pelatih “ Fire up your mind” di bidang pendidikan. Dalam bukunya Born a to be Genius, ia mengatakan ;

Bila sekarang ini kita masuk ke suatu ruangan kelas, maka yang kita lihat adalah wajah-wajah yang bosan dan takut. Murid merasa bosan karena pemikiran yang kreatif dan rasa haus akan ilmu pengetahuan, semangat dan kebahagiaan yang seharusnya ada dalam setiap proses belajar, kini telah hilang. Ditambah lagi dengan tuntutan agar semua murid selalu bisa memberikan jawaban benar. Bila mereka membuat kesalahan, maka mereka akan mendapat hukuman. Murid atau anak kita tidak dimotivasi oleh rasa senang untuk belajar, tetapi lebih didorong oleh rasa takut untuk berbuat salah “.

“ Sering kali kita menemukan murid atau anak tidak berani menjawab suatu pertanyaan bukan karena tidak tahu jawabannya, tetapi lebih karena didorong oleh rasa takut kalau jawabannya salah. Anak khawatir kalau jawabannya salah maka anak akan terlihat bodoh dan ditertawakan “. (Adi W Gunawan, 2000)

 Hal senada juga disampaikan oleh Dr. Paul MacLean , Dr. Joseph Le Doux , dan Dr. Daniel Goleman dalam Quantum Teaching, berdasarkan penelitiannya menyatakan  :

“ Ketika otak menerima ancaman atau tekanan, kapasitas saraf untuk berpikir rasional mengecil. Otak dibajak secara emosional menjadi metode bertempur atau kabur dan beroperasi pada tingkat bertahan hidup. Ketersediaan hubungan dan kegiatan saraf benar- benar berkurang atau mengecil dalam situasi ini, dan dapat menghentikan proses belajar saat itu dan setelah itu “ .   ( Goleman , 1995 ; LeDoux , 1993 ; MacLean , 1990 )

 Di samping itu, guru matematika kurang mampu mengaitkan materi matematika dengan dunia nyata. Matematika dipelajari siswa masih pada tataran abstrak, belum dapat menyentuh pada tataran realistik. Sehingga pembelajaran matematika tidak terjangkau oleh tingkat pemikiran siswa yang masih cenderung realistik.

 Sumarsono, dalam Pidato dies natalis IKIP Yogyakarta mengatakan :

“ Kesulitan belajar dalam matematika disebabkan oleh dua faktor :

  1. Faktor kognitif , yang berhubungan dengan intelektualitas siswa dan cara siswa memproses materi pelajaran matematika.
  2. Faktor non kognitif, yang meliputi sikap mental siswa, ketekunan belajar, fasilitas belajar, cara guru mengajar, dan lain – lain “ . ( Suwarsono : 1982 )

 De Guire dalam penelitiannya menemukan bahwa :

“ Faktor–faktor yang mempengaruhi kemampuan matematika seseorang antara lain ; kemampuan umum (IQ), penalaran induktif, penalaran deduktif, kemampuan atau daya tilik ruang, kemampuan numerik dan kemampuan verbal. Kemampuan numerik berkaitan dengan kemampuan melakukan komputasi (perhitungan) berdasarkan algoritma–algoritma. Kemampuan pemahaman verbal berkaitan dengan kemampuan kebahasaan baik mengubah bahasa sehari– hari (bahasa Indonesia) ke dalam bahasa matematika yang berupa lambang/simbol atau sebaliknya “.  (Saragih S : 1993)

 Karakteristik Pembelajaran Matematika

            Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan tertua yang terbentuk dari penelitian bilangan dan ruang. Sudah sejak zaman kuno matematika berkembang sebagai pengetahuan abstrak dan deduktif, di mana kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keinderaan, tetapi atas dasar kesimpulan yang ditarik dari kaidah–kaidah tertentu melalui deduksi. Di samping defenisi, matematika memiliki pengertian–pengertian dasar tertentu. Segala masalah dan hubungan dapat dipecahkan melalui pernyataan–pernyataan lain yang dapat dibuktikan, yakni yang disebut teorema.

 Pada proses penyusunan teori–teori secara kreatif, wawasan pemikiran berperan penting. Pada penyusunan teori secara defenitif, penalaran secara logis dengan pembuktian merupakan titik pusat utama .

 Dalam perkembangan matematika modern, sifat abtraksnya semakin menonjol, sementara pemikiran secara konkrit semakin terdesak ke belakang. Inilah karakteristik yang spesifik dari matematika yang membedakannya dari ilmu pengetahuan atau mata pelajaran lain sekaligus menjadikannya “ sesuatu yang sulit untuk dipelajari “ kata para siswa.

 Belajar Matematika

            Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak dan rasional, tentunya untuk mempelajarinya harus sesuai dengan karakteristiknya, yaitu cara belajar abstrak, rasional dan pemecahan masalah (problem solving).

             Belajar abstrak adalah belajar yang menggunakan cara–cara berfikir abstrak. Tujuannya  adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah–masalah yang tidak nyata. Dalam mempelajari hal–hal yang abstrak diperlukan peranan akal yang kuat disamping penguasaan atas prinsip–prinsip, konsep, dan generalisasinya.

             Belajar rasional adalah belajar dengan menggunakan kemampuan berfikir secara logis dan rasional. Tujuannya adalah untuk memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip–prinsip dan konsep–konsep. Dengan belajar rasional siswa diharapkan memiliki kemampuan rational problem solving, yaitu kemampuan memecahkan masalah–masalah dengan menggunakan pertimbangan dan strategi akal sehat, logis dan sistematis (Reber , 1988)

             Belajar pemecahan masalah adalah belajar menggunakan metode–metode ilmiah atau berfikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif guna memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas. Untuk itu diperlukan kemampuan dalam menguasai prinsip–prinsip, konsep–konsep, generalisasi serta tilikan akal (insight).

 Peranan Pembelajaran Matematika

            Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan mempunyai peranan yang sangat dominan dalam mencerdaskan siswa dengan jalan mengembangkan kemampuan berfikir kritis, analitis, logis dan deduktif yang selanjutnya diharapkan dapat menunjang tujuan pendidikan nasional.

             Profesor Baduasi Sihombing mengatakan :

“ Matematika adalah suatu bahasa sehari–hari yang sangat dipadatkan dengan pemakaian lambang–lambang, dan dengan bantuannya segala problema yang muncul dengan mudah diselesaikan, baik dibidang tehnik, ekonomi, pertanian, kesehatan, maupun dibidang ilmu pengetahuan lainnya; bahkan filsafatpun kuranglah sempurna tanpa bantuan matematika. Tegasnya matematika adalah alat penganalisis fakta kehidupan manusia. Matematika adalah puncak kegemilangan intelektual, tanpa matematika tidak mungkin diciptakan tehnologi canggih dalam segala bidang demi kesejahteraan manusia. Maju mundurnya suatu negara adalah bergantung pada kemajuannnya di bidang matematika “ . (B. Sihombing , 1989 : 18).

 Upaya Alternatif agar Siswa Senang dengan Matematika

             Kondisi di atas diharapkan menjadi tantangan bagi guru–guru matematika untuk merubah persepsi dan sikap siswa. Banyak upaya yang dapat dilakukan guru jika guru mau. Upaya–upaya tersebut antara lain :

  1. Membangun suasana kondusif yang selama ini di takuti para siswa

 Walberg dan Greenberg (1997) berdasarkan penelitiannya menyatakan ; “ Suasana atau keadaan ruangan kelas menunjukkan arena belajar yang sangat dipengaruhi emosi. Sangat disarankan kepada para guru  sebelum memulai pelajaran, rancanglah suasana kelas agar tercipta suasana yang menyenangkan, sehingga perasaan/emosi siswa nyaman  dan rela menerima materi pelajaran “ .

             Berdasarkan angket, guru yang paling disukai siswa adalah guru yang baik, murah senyum dan banyak humor. Jika guru sudah mengetahui hal tersebut, maka sebaiknya guru merubah pola pembelajaran yang kaku dan tegang menjadi pembelajaran yang refresh dan menyenangkan. Yakinlah bahwa merubah sikap dari kekakuan menjadi demokratis bukanlah hal yang menurunkan wibawa seorang guru, melainkan menumbuhkan sikap simpati siswa kepada guru, bahkan guru telah mengubah sikap negatif siswa dan menyiapkan mereka lebih siap untuk belajar. Satu hal yang perlu diingat, pembelajaran yang baik adalah pembelajaran dimana siswanya senang dalam belajar dan gurupun senang dalam mengajar . Tidak ada beban yang menegangkan dan membosankan, tetapi suasana belajar yang penuh  kegembiraan.

 Satu hal yang dapat dilakukan guru adalah menyisipkan sedikit humor untuk memecahkan kejenuhan jika dirasa perlu. Namun, diharapkan humor yang konstruktif bukannya humor yang destruktif. Setiap manusia punya rasa humor. Guru maupun siswa juga memiliki dan suka rasa humor itu. Dalam buku The Laughing Classroom, Loomans dan Kolberg menyatakan :

“ Seringnya, badut kelas atau siswa pengganggu dianggap guru sebagai masalah disiplin terbesar di kelas. Padahal, si pemberontak dan si badut mempunyai kesamaan yang jelas. Mereka menolak menyerah kepada kebosanan belajar tanpa spontanitas dan tawa. Kebanyakan ulah mereka muncul akibat hasrat bawaan untuk adanya humor dan stimulasi di kelas. Jika kelas merupakan lingkungan yang hidup, kreatif, dan penuh tawa , maka murid dari segala usia memiliki saluran keluar alamiah  di mana keingintahuan mereka berkembang“. (Loomans dan Kolberg , 1993) .

    2.    Permainan dan Teka–Teki Matematika

 Di samping membangun suasana menyenangkan dalam kelas, permainan matematika dan teka–teki matematika juga mempunyai daya tarik tertentu bagi siswa agar mereka senang terhadap mata pelajaran matematika. Tempatkan permainan dan teka–teki matematika pada awal  pembelajaran atau untuk mencairkan kebosanan .

 3.   Mengaitkan Dunia Abstrak Matematika dengan Dunia Nyata

 Model pembelajaran ini sering disebut dengan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) atau RME (Realistic Mathematics Education). Model pembelajaran ini menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan.

 Dalam konsep Pendidikan Matematika Realistik siswa tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif matematika yang sudah jadi), melainkan pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar. Konsep matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari penyelesaian yang berkaitan dengan konteks (context-link solution), siswa secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman matematik ke tingkat yang lebih formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah pada level berpikir matematik yang lebih tinggi.

 Model pendekatan pembelajaran ini di adopsi dari Belanda dan telah dicobakan di beberapa sekolah di negeri ini. Hasilnya baik guru maupun siswa sangat menyukai model pembelajaran ini .

 Penutup

            Selesainya guru menjalani pendidikan formal, bukan berarti selesainya guru dalam menuntut ilmu . Pendidikan merupakan lapangan yang dinamis yang senantiasa bergerak .Teori–teori, metode–metode pendidikan akan tetap berkembang seiring tuntutan zaman .

            Terpuruknya prestasi belajar matematika diharapkan menjadi tantangan bagi guru untuk mengkaji ulang metode dan strategi pembelajaran yang telah diterapkan. Sehingga guru tidak terperangkap pada kasus yang sama. Apapun alasannya, masyarakat masih tetap menyalahkan kinerja guru.

 DAFTAR PUSTAKA

  1. Gunawan, Adi W (2003). Born A To Be Genius . Jakarta : Gramedia
  2. Porter, B De & Reardon, Mark ( 2001 ). Quantum Teaching . Bandung: Penerbit Kaifa
  3. Syah, Muhibbin  (1995). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya
  4. Sihombing, Baduasi (1995). Fungsi Matematika dan Bahasa Matematika dalam Kehidupan Manusia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Medan: IKIP Negeri Medan.

Oleh: Purnawanto

Sering kali terjadi dalam kehidupan sehari–hari jika seorang anak meraih prestasi yang membanggakan , lantas sang ayah berkata: “ Siapa dulu bapaknya?“, atau sang ibu berkata: “ Siapa dulu ibunya? “. Namun, jika seorang anak memperoleh prestasi yang mengecewakan orang tua berucap lirih: “ Siapa dulu gurunya?“.

Hal tersebut adalah sikap tak adil. Ki Hajar Dewantara, selaku Bapak Pendidikan Indonesia menegaskan bahwa pendidikan harus dilakukan secara kooperatif antara keluarga , sekolah dan masyarakat . Keluarga merupakan pusat pendidikan pertama dan terpenting , karena keluargalah pondasi utama pembentukan intelligence quotient (IQ) dan emotional quotient  (EQ).

Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional juga menegaskan bahwa pendidikan adalah tangungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah . Sekolah adalah fase kedua dari pendidikan pertama dalam keluarga, karena pendidikan pertama dan utama diperoleh anak dari keluarganya. Pada masa inilah peletakan fondasi belajar harus tepat dan benar. Jika pada fase ini orang tua salah dalam memformat semangat belajar anak, maka kelak akan berpengaruh terhadap sikap anak menghadapi fase sekolah , karena pada dasarnya setiap anak terlahir dalam keadaan jenius, orangtualah yang membuat anak tidak mampu mengakumulasikan kejeniusannya.

Di sisi lain, peralihan dari pendidikan informal (keluarga) ke pendidikan formal (sekolah) memerlukan kerjasama antara orangtua dan sekolah/pendidik. Kesalahan orang tua yang fatal adalah menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab pendidikan anaknya kepada sekolah/pendidik, karena waktu anak berada di sekolah lebih kecil dibanding dengan waktu anak di luar sekolah ( rumah/masyarakat). Selain itu, orang tua beranggapan bahwa sekolahlah yang bertanggungjawab terhadap perkembangan IQ dan EQ anaknya. Anggapan tersebut sangat keliru, karena membangun kecerdasan IQ dan EQ anak diperlukan perlakuan yang sinergi dan kongruen antara sekolah dan orang tua juga masyarakat.

Kerjasama antara sekolah dan orangtua sangat perlu dan telah disadari oleh banyak pihak , sehingga dalam merancang kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS) menempatkan peranan orangtua sebagai salah satu pilar keberhasilannya .

Berbagai penelitian tentang peranan orangtua menunjukkan hasil yang signifikan terhadap peningkatan prestasi belajar anaknya, diikuti dengan perbaikan sikap, stabilitas sosio – emosional, kedisiplinan, serta aspirasi anaknya untuk belajar sampai di Perguruan Tinggi, bahkan setelah bekerja dan berkeluarga (NCES: 1998, Daugherti dan Kurosaka: 2002).

Berdasarkan hasil penelitian di AS terhadap 15.000 remaja sebagai sampelnya,  menunjukkan bahwa jika peranan orangtua dalam pendidikan anak berkurang / terabaikan atau tak dilakukan maka terjadi peningkatan yang signifikan terhadap:

  1. Jumlah anak putri belasan tahun hamil di luar / tanpa menikah ,
  2. Kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak , dan
  3. Patologi psiko – sosial

(Daugherti dan Kurosaka: 2002).

 Peran orang tua

Ada banyak peranan orang tua yang dapat dikembangkan dalam upaya menopang prestasi belajar anaknya, antara lain:

  1. Memberi motivasi .

Motivasi merupakan dorongan agar seseorang melakukan suatu tindakan / kegiatan . motivasi belajar sebaiknya ditanamkan sejak anak berusia dini. Dalam lima tahun pertama yang disebut  The Golden Years, seorang anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang. Pada usia ini 90% dari fisik otak anak sudah terbentuk. Karena itu, di masa inilah anak-anak seyogyanya mulai diarahkan/diformat semangat belajarnya. Karena saat-saat keemasan ini tidak akan terjadi dua kali. Sebagai orang tua yang proaktif kita harus memperhatikan benar hal – hal yang berkenaan dengan perkembangan belajar sang buah hati.

Namun sayang, pada masa usia seperti ini orang tua selalu salah langkah dalam memformat pendidikan anak  sehingga mematikan daya ingin tahu anak dan kreativitas anak. Orangtua cenderung marah ketika dimasa kecil anaknya cerewet banyak bertanya secra terus – menerus berkesinambungan bahkan tidak rasional. Padahal, pada saat itu anak sedang membangun pengetahuannya berdasarkan kemampuan otaknya, namun orangtuanya memadamkan rasa ingin tahunya. Atau,  orangtua cenderung marah ketika dinding rumahnya penuh coretan atau rumahnya berserakan dengan permainan anaknya. Padahal , saat itu anak sedang membangun kreativitasnya dan mengaktualisasikan interpersonal intelegensinya dalam dunia bermain.

Yang terlupakan orangtua bahwa dunia anak adalah dunia bermain . Dengan bermain anak belajar; belajar berinteraksi, belajar berkomunikasi, belajar membangun kemampuan berfikir rasional (konstruksivisme) dan sebagainya .

Jika hal – hal kecil seperti di atas terbunuh oleh kemalasan dan ketidaksabaran  orang tua, wajar jika kelak anak di sekolah takut bertanya, takut memberi tanggapan maupun komentar , takut bereksperimen dan selalu bersikap diam tak bereaksi ketika proses pembelajaran berlangsung. Sehingga dalam proses pembelajaran siswa cenderung pasif  mendengar dan menunggu. Inilah buah pendidikan pertama di keluarga yang sangat merugikan pendidikan anak.

2.      Memberi makanan yang bergizi .

Sebuah slogan tertera dalam buku The Learning Revolution “ Otak anda adalah apa yang ada makan “. Jika anak kita diberi makan kerupuk, kerupuklah kualitas otak anak kita . Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan dalam British Medical Journal Inggris tahun 2001, menjelaskan bahwa  memberikan nutrisi yang cukup untuk otak si kecil sangat berpengaruh pada perkembangan sistem saraf pusat dan kemampuan kognitif di masa selanjutnya.

Banyak didapati anak – anak peserta didik menguap (seperti mengantuk) saat belajar pada pagi hari, hal itu bukan disebabkan anak kurang tidur. Tetapi otak kekurangan energi untuk berpikir pada tingkat tinggi (high order thinking), sehingga otak mudah lelah dan anak seperti mengantuk.

Fasilitas belajar yang paling esensial pada tubuh manusia adalah otak . Jadi , jika ingin cerdas , selain rajin belajar juga otak perlu di beri makanan yang berguna untuk membangun sel – sel otak yang berperan mengoptimalkan fungsi memori kerja  otak.

Dari studi yang dilakukan di The University of Kentucky Chandler Medical Center, Amerika Serikat, terbukti IQ bayi yang diberi ASI jauh lebih tinggi dibanding dengan yang tidak diberi ASI. Dan, pada saat anak mulai diberikan makanan padat, kebutuhan asam lemak anak bisa dipenuhi dengan memberikan ikan, telur bebek, susu yang diperkaya DHA dan ARA, dua nutrisi yang penting untuk pertumbuhan otak dan mata si kecil. 

Glukosa dari makanan yang kaya karbohidrat merupakan bahan bakar otak yang amat penting agar otak berfungsi optimal. Proses pengolahan informasi dan mengingat dapat berjalan dengan baik jika terpenuhinya kebutuhan glukosa otak tersebut. Ini semua bisa didapatkan dengan memberikan anak berbagai jenis kacang-kacangan, kentang, buah-buahan seperti pisang, sawo, serta sayur-sayuran misalnya daun singkong.

Protein Pembentukan Neurotransmiter adalah senyawa asam amino yang berperan terhadap proses pengolahan informasi di otak. Kadar senyawa ini amat berpengaruh terhadap seberapa banyak protein yang ada dalam makanan yang dikonsumsi sehari -hari. Kebutuhan senyawa ini bisa didapat dari ikan, daging, keju, yogut dan kacang-kacangan. Sedangkan kebutuhan buah-buahan, sayur-sayuran yang diperkaya antioksidan amat diperlukan untuk melindungi otak dari proses kerusakan sel-sel otak yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mengingat, dan berakibat proses belajarpun jadi lamban.

3.      Menyediakan fasilitas belajar yang memadai .

Fasilitas belajar dapat berupa meja belajar, tempat/kamar belajar, lampu belajar dan suasana belajar. Jika orang tua menginginkan anaknya betah belajar dan nyaman dalam belajar, maka fasilitas belajar yang nyaman harus disediakan. Bagaimana mungkin anak akan betah belajar jika ketika ia belajar suara keluarga lainnya tertawa gembira menonton acara televisi, meja belajar tidak ada serta lampu belajarpun menyakitkan/ menyilaukan mata.

Di samping itu, orangtua sebaiknya mengetahui modalitas belajar anaknya, sehingga orangtua dapat memfasilitasi kebutuhan belajar anaknya sesuai dengan modalitas belajar anaknya.

 4.      Membelikan buku dan alat-alat tulis.

Buku merupakan salah satu sumber belajar, dan masih banyak lagi sumber belajar selain buku . Semakin banyak sumber belajar yang dapat diakses oleh anak, semakin baik bagi anak untuk memperkaya pengetahuan anak.

Kelemahan anak– anak didik kita saat ini adalah hanya mengandalkan guru sebagai satu–satunya sumber belajar. Padahal masih banyak lagi sumber belajar lain seperti perpustakaan, majalah, koran, buku penunjang diluar buku sekolah, bahkan internet.

5. Memberitahu bagaimana mengatur jadwal kegiatan belajar.

Belajar di rumah  merupakan kebiasaan yang perlu ditanamkan pada anak. Orang tua dapat membantu anak membuat jadwal belajar secara teratur dan terencana. Setelah jadwal tersusun, orangtua harus mengawasi dan mendampingi anaknya belajar serta menciptakan kondisi belajar yang nyaman dan menyenangkan.

Orang tua harus mengatur waktu anak untuk menonton televisi atau acara lainnya. Jangan biasakan anak belajar sambil menonton televisi, jika orang tua  menginginkan prestasi belajar yang gemilang.

 6.      Menandatangani buku konsultasi / PR.

Sebagai wujud perhatian yang tepat, orang tua harus menandatangai buku konsultasi/PR anaknya. Dengan demikian, orangtua dapat mengetahui tingkat perkembangan kemampuan akademik anaknya dan perkembangan kemajuan belajar anaknya, sehingga dapat menentukan langkah–langkah tindakan yang tepat untuk kemajuan prestasi belajar anaknya.

 7.      Memberitahu langkah – langkah yang harus dilakukan dalam belajar.

 Ketika anak menghadapi kesulitan dalam hal belajar, orang tua dapat membantu menemukan langkah–langkah atau memberitahukan langkah–langkah penyelesaiannya, atau berkonsultasi dengan guru di sekolah untuk mengatasi permasalahan belajar anaknya.

Banyak anak gagal dalam belajar  bukan karena kemampuan anak rendah, tetapi kebanyakan anak tidak mengetahui bagaimana cara belajar yang tepat . Orangtua harus dapat mengetahui modalitas belajar yang dimiliki oleh anaknya, sehingga orangtua dapat mengarahkan cara belajar yang tepat untuk anaknya.

 8.      Mengecek apakah anak sudah belajar / mengerjakan tugas – tugasnya.

Sebagian besar anak–anak pelajar kita tidak belajar jika tidak ada PR. Jadi mereka belajar , jika ada PR . PR dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi peserta didik. Orang tua dapat membimbing anak menyelesaikan PR jika anak memang butuh bimbingan, atau menghadirkan guru privat untuk mendampingi serta membimbing anak ketika belajar di rumah jika memang diperlukan oleh anak.

 9.      Menanyakan nilai / hasil belajar anak.

Untuk mengetahui tingkat kemajuan belajar anaknya, orangtua harus sering menanyakan nilai hasil ulangan harian maupun nilai hasil pekerjaan rumah anaknya. Jika hasilnya baik, orangtua perlu memberi penguatan terhadap keberhasilan anaknya. Penguatan/afirmasi dapat berupa pujian, pengakuan atau hadiah sebagai penghargaan terhadap kesuksesan anaknya dalam belajar.

Namun, jika anak tidak/kurang berhasil orangtua harus memberi support/motivasi untuk belajar lebih giat lagi. Bukan mencerca dan menghujat dengan kata–kata; bodoh, tolol, dan sebagainya yang akan membuat anak kurang percaya diri dan kehilangan semangat belajar.

10.  Menanyakan kesulitan – kesulitan yang dihadapi anak.

Tidak semua anak dapat mengatasi kesulitannya sendiri. Sebaiknya orang tua mengetahui kesulitan–kesulitan apa yang dihadapi si anak jika orangtua menginginkan anaknya berprestasi dalam belajar. Jika kesulitan anak tidak dapat diatasi sendiri oleh orangtua, sebaiknya orang tua mencari penyelesaian dengan bantuan orang lain. Misalnya anak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal–soal pekerjaan rumah matematika karena tingkat penguasaan materi anak yang lemah. Orangtua dapat mencari pendamping belajar anak agar anak tidak tertinggal dalam mata pelajaran tersebut.

11.  Menjelaskan mengapa anak perlu belajar dan sekolah dengan rajin.

Menjelaskan dan menanamkan pentingnya belajar terhadap anak adalah sangat penting . Dengan memberi contoh pada kehidupan nyata akibat orang yang tidak mau belajar dapat memotivasi anak untuk giat belajar. Namun penjelasan saja tidak cukup jika orangtua tidak memfasilitasi kebutuhan belajar. Jadi agar anak mau belajar, sediakanlah sarana dan prasarana belajar agar anak memperoleh kemudahan untuk belajar.

Alangkah ironisnya, jika anak kita suruh belajar namun tidak ada sarana yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

 12.  Memberitahukan hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak di sekolah dan rumah dalam   belajar.

Belajar tentunya mempunyai tujuan. Untuk mencapai tujuan belajar, orangtua harus berupaya menyingkirkan segala rintangan yang dapat menghalangi tercapainya tujuan belajar anaknya  dengan memberitahukan hal–hal yang dapat menopang keberhasilan belajar anaknya serta hal–hal yang dapat menghambat keberhasilan belajar anaknya. Dengan demikian anak dapat memilih tindakan/kegiatan yang tepat dan benar.

Selanjutnya orangtua mengawasi secara  tepat  kegiatan anaknya.

 13.  Menegur bila anak lalai tugas /tanggung jawab.

Bila anak lalai dalam mengerjakan tugasnya orangtua harus berani menegur. Namun teguran yang mengandung nilai pendidikan, bukan cercaan, makian dan hujatan. Hal ini perlu , untuk mengontrol anak tetap berada di jalur yang benar.

Namun teguran dan pujian/afirmasi haruslah terlaksana dengan seimbang . Kadangkala ketika anak melakukan tindakan yang tepat / berprestasi orangtua bersikap diam seribu basa, namun ketika anaknya lalai orangtua marah bahkan menghujat.

 14.  Memberi contoh teladan

Keteladan merupan hal terpenting dalam kehidupan anak. Kadangkala anak tidak menemukan kesesuaian apa yang ia peroleh dalam pembelajaran dengan sikap perilaku orangtuanya. Semakin banyak ketidaksesuaian yang ia peroleh akan membuat anak berantipati dengan orangtuanya.

Dalam hal belajar, ketika orangtua menyuruh anaknya untuk belajar, sebaiknya orangtua juga mengambil buku / bacaan lain untuk membaca / belajar bersama anaknya. Bukan nonton televisi atau putar CD sehingga anaknya merasa cemburu, dan sebagainya.

Jadi  berilah keteladanan pada anak, karena pada dasarnya anak adalah imitasi dari orangtuanya. Keteladanan merupakan metode pendidikan terbaik .

 Penutup .

            Belajar dapat diumpamakan seperti  seseorang yang ingin membuat teh manis. Air adalah subjek belajar (siswa), gula adalah materi pembelajaran (ilmu pengetahuan) dan sendok/ pengaduk adalah katalisator pembelajaran (guru). Jika airnya panas, gula akan larut tanpa mesti diaduk, cukup digoyang perlahan. Namun , jika airnya tidak panas/dingin, perlu tenaga ekstra untuk mengaduknya.  Orangtua juga dapat berperan sebagai katalisator pembelajaran ketika anak berada di rumah dengan berupaya meningkatkan peran sertanya dalam menopang prestasi belajar anaknya.

            Jadi, prestasi belajar seorang anak bukanlah semata tanggungjawab seorang guru. Orangtua juga punya konstribusi besar dalam menopang prestasi belajar anaknya. Karena sumber belajar bukan hanya guru. Guru adalah salah satu sumber belajar diantara sekian banyak sumber belajar.

            Jika orangtua mau melakukan ini, bolehlah berucap: “SIAPA DULU BAPAKNYA / IBUNYA“.

 Daftar Pustaka

  1. Anonim, (2002). Nutrisi Otak Agar Anak Cerdas. Website Balita Cerdas (12/08/2002)
  2. Dryden G; & Jeannette Vos, (2002). Revolusi Cara Belajar. Bandung: Penerbit Kaifa.
  3. LP3 UMY (2003). Majalah Pendidikan – Gerbang. Jakarta 
  4. Porter, B De & Hernacki , Mike (2001). Quantum Learning. Bandung: Penerbit Kaifa.
  5. Slameto, (2003). Peranan Ayah Dalam Pendidikan Anak . Website Depdiknas (04/03/2004)